Wednesday, 24 January 2018

Oil Skimmer untuk Pencemaran Minyak di Laut

PENCEMARAN DAN PENGELOLAAN LIMBAH

“MENGURANGI PENCEMARAN MINYAK DI LAUT DENGAN METODE OIL SKIMMER








Oleh
Za’im Robithin Az-Zihny
(G1F115212)







PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Pencemaran Minyak Di Laut” ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada dosen pengampu matakuliah yang telah memberikan bimbingan serta arahan dan terimakasih pula untuk teman-teman sekalian yang telah terlibat dalam membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah yang akan datang.



Banjarbaru,  Januari 2018


Za’im Robithin Az-Zihny









DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................              i
DAFTAR ISI...............................................................................................             ii
BAB I.  PENDAHULUAN........................................................................             1
1.1.       Latar Belakang............................................................................             1
1.2.       Rumusan Masalah........................................................................             2
1.3.       Tujuan dan Manfaat....................................................................             2
BAB II.  PEMBAHASAN..........................................................................             3
2.1. Karakteristik Minyak dan Macam-Macam Minyak Penyebab
Pencemaran di Laut.......................................................................             3
2.2. Dampak Pencemaran Minyak di Laut............................................             8
2.3. Cara Mengatasi Pencemaran Minyak di Laut................................           11
BAB III. PENUTUP...................................................................................           14
3.1. Kesimpulan....................................................................................           14
3.2. Saran..............................................................................................           14
DAFTAR PUSTAKA














BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pencemaran dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak lingkungan hidup di sekitar pantai tersebut. Pencemaran minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan minyak untuk industri yang harus diangkut dari sumbernya, yang cukup jauh, meningkatnya jumlah anjungan anjungan pengeboran minyak lepas pantai dan juga karena semakin meningkatnya transportasi laut.
PP Nomor 19 Tahun 1999, pencemaran laut diartikan sebagai masuknya/ dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Pramudianto, 1999). Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III) mengartikan bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuari) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merusak sumber daya hayati laut (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, menurunkan kualitas air laut dan mutu kegunaan serta manfaatnya (Siahaan, 1989 dalam Misran, 2002).









1.2. Rumusan Masalah
Minyak yang membuat polusi dan pencemaran di laut yang berakibatkan fatal terhadap lingkungan laut dan ekosistem di sekitar laut, serta keterkaitan minyak yang menyebabkan polusi yang menjadi sumber dari pencemaran di laut.

1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dalam pembuatan karya tulis ini adalah :
  1. Memenuhi tugas matakuliah Pencemaran dan Pengelolaan Limbah.
  2. Sebagai tambahan materi, tambahan pengetahuan saya untuk mempelajari materi ini.
Manfaat dalam pembuatan karya tulis ini adalah :
  1. Mengetahui betapa pentingnya ekosistem laut.
  2. Mengetahui tentang pencemaran di laut yang sangat merugikan.
  3. Mengetahui cara mengurangi pencemaran minyak di laut dengan metode oil skimmer.




















BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Sumber Pencemaran Minyak di Laut
Ada banyak sumber dari pencemaran laut, namun sumber utama pencemaran laut adalah berasal dari tumpahan minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai maupun akibat kecelakaan kapal. Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Adapun beberapa penyebab terjadinya pencemaran minyak di laut, diantaranya :
1) Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga masuk ke perairan laut secara langsung dari outfall di pinggir pantai, dari sungai yang bermuara di laut dan dari aliran sungai. Penanganan limbah domestik lebih sulit untuk dikendalikan karena sumbernya yang menyebar.
2) Limbah Lumpur
Limbah lumpur tersusun oleh padatan yang terpisah dari limbah rumah tangga, sehingga menimbulkan akibat hampir sama dengan limbah rumah tangga, namun seringkali mengandung logam berat dengan konsentrasi lebih tinggi. Limbah lumpur merupakan salah satu limbah yang mendominasi buangan ke laut.
3) Limbah Industri
Limbah industri berasal dari bermacam-macam pabrik, termasuk industri makanan dan minuman, penyulingan minyak, perhiasan logam, pabrik baja/logam, pabrik kertas serta pabrik kimia organik maupun anorganik lainnya. Beberapa diantaranya mengandung unsur yang sangat beracun, biasanya berupa bahan yang asam, basa, logam berat, dan bahan organik yang beracun.
4) Limbah Pengerukan
Pengerukan, terutama untuk kegiatan navigasi dan pelabuhan, merupakan aktivitas manusia yang terbesar dalam melimpahkan bahan-bahan buangan ke dalam laut. Kebanyakan bahan kerukan (dredgespoils) diambil dari daerah pelabuhan yang biasanya sudah sangat tercemar oleh sampah-sampah pemukiman, bahan organik, dan sisa buangan industri termasuk logam berat dan minyak. Di samping itu, limbah pengerukan menghasilkan masalah pengeruhan air oleh karena padatan terlarut (suspended solid) yang dikandungnya.
5) Limbah Eksplorasi dan Produksi Minyak
Kegiatan operasi indutri minyak lepas pantai mengakibatkan beban pencemaran yang serius pada lokasi tertentu, mulai dari pencemaran panas, kekeruhan akibat padatan terlarut, sampai dengan pencemaran panas, kekeruhan akibat padatan terlarut, sampai dengan pencemaran kimiawi dari bahan organik dan logam-logam berbahaya. Beberapa limbah yang berbahaya dihasilkan, seperti “drilling mud” dan “cutting mud” yang sangat beracun, “produce water”(air yang ikut terisap bersama minyak), “drill cutting”(buangan sisa pengeboran), “drilling fluids”(cairan kimia untuk membantu proses pengeboran), “flaring smoke”(asap pembakaran) sampai tumpahan minyak.
6) Tumpahan minyak
Tumpahan minyak, disengaja maupun tidak merupakan sumber pencemaran yang sangat membahayakan. Tumpahan minyak ke laut dapat berasal dari kapal tanker yang mengalami tabrakan atau kandas, atau dari proses yang disengaja seperti pencucian tangki balas, transfer minyak antar kapal maupun kelalaian awak kapal. Umumnya cemaran minyak dari kapal tanker berasal dari pembuangan air tangki balas. Sebagai gambaran, untuk tanker berbobot 50.000 ton, buangan air dari tangki balasnya mencapai 1.200 barel.
7) Limbah Radioaktif
Sisa bahan radioaktif umumnya sekarang banyak disimpan dalam tempat-tempat penyimpanan di daratan. Beberapa diantaranya ditenggelamkan ke dasar laut yang dalam. Dari kebocoran tempat-tempat penyimpanan inilah kemungkinan akan terjadi pencemaran bahan radioaktif di laut.
8) Cemaran Panas
Kehidupan d laut umumnya sangat peka terhadap perubahan suhu air. Suhu tinggi di laut dapat menyebabkan peneluran dini, migrasi ikan yang tidak alami, penurunan oksigen terlarut, atau kematian binatang laut. Air pendingin (Cooling water) dan effluent dari beberapa industri dibuang ke lingkungan laut pada suhu yang tinggi daripada lingkungan laut itu sendiri. Begitu juga dengan penggunaan air laut untuk pendingin pembangkit nuklir yang meningkat dengan cepat. Satu unit pembangkit nuklir memerlukan sekitar 1 milyar gallon air per hari. Dan ini sangat berbahaya apabila tidak direncakan dengan baik, termasuk air pendingin yang dikembalikan ke laut pada suhu lebih tinggi 11-200C dibanding suhu air laut normal.
9) Sedimen
Sedimen membawa bahan dari daratan yang hanyut oleh air sungai, dan sebagian besar mengendap di kawasan pesisir dan pantai. Limbah jenis ini berbahaya bagi kehidupan laut, karena kekeruhan yang ditimbulkan dapat menutupi insang atau elemen penyaring pada binatang yang makan dengan cara menyaring air (organisme filter feeder, seperti misalnya jenis kerang-kerangan).
10) Limbah padat
Limbah padat yang dibuang ke laut berupa sampah merupakan salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah. Di Indonesia, sampah yang dibuang ke laut sebenarnya cukup banyak dan pada saat ini sudah pada kondisi yang memperhatinkan, terutama di perairan teluk Jakarta dan beberapa perairan lainnya di Indonesia.
11) Limbah dari Kapal
Kegiatan operasional tersebut dapat berupa pembersihan tangki-tangki baik secara rutin maupun untuk pengedokan, pembuangan kotoran yang ada di saluran got kapal, pembuangan air balas, termasuk juga sampah dan limbah minyak dari mesin kapal. Semua kapal yang beroperasi diwajibkan memiliki penampung limbah.
12) Limbah Pertanian
Limbah pertanian dapat menimbulkan eutrofikasi yang disebabkan karena akumulasi bahan-bahan organik seperti sisa tumbuhan yang membusuk. Secara ekologis proses kekeruhan karena sedimentasi dapat menyebabkan terganggunya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga kegiatan fotosintesa plankton maupun organisme laut lainnya menjadi terhenti.
13) Pestisida
Pestisida adalah jenis-jenis bahan kimia yang digunakan untuk memberantas hama, yang bervariasi jenisnya dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Di antara jenis pestisida, insektisida organoklorin dikenal sangat persisten, seperti DDT (dikloro difenil tukloroetana), dieldrin, endrin, klordane dan heptaklor.
14) Cat Antifouling
Penggunaan cat anti organisme penempel (antifouling) ternyata telah menimbulkan pencemaran logam berat yang serius di laut serta sedimen di dekat dok dan tempat sandar kapal. Cat ini dirancang untuk secara terus-menerus mengeluarkan racun untuk membunuh organisme penempel di dasar kapal.
15) Limbah Perikanan
Potensi sumber daya ikan yang berlimpah menjadikan banyak tumbuh industri pengolahan ikan, mulai dari skala kecil sampai industri dengan skala yang besar. Di Indonesia, aktivitas penangkapan ikan dengan bahan peledak atau racun kimia mengakibatkan beban pencemaran laut yang semakin tinggi dan potensi berkurangnya produksi ikan di beberapa daerah.
Sifat fisik minyak yang mempengaruhi kelakuan minyak di laut dan pemulihannya, yang penting adalah densitas, viskositas, titik ubah (pour point), dan kelarutan air.
a) Densitas
Densitas diekspresikan sebagai specific gravity dan American Petroleum Institute (API) gravity. Specific gravity adalah rasio berat massa minyak dan berat massa air pada temperatur tertentu. API gravity dinyatakan dalam angka 10° pada air murni 10°C. API gravity dapat dihitung dari specific gravity menggunakan formula: AP Gravity (o) = (141,5/Specific Gravity 10o C) – 131,5 (Xueqing et al., 2001). Minyak mentah mempunyai specific gravity dalam rentang 0.79 -1.00 (setara dengan API 10 – 48). Densitas minyak adalah penting untuk memprediksi kelakuan minyak di air.
b) Viskositas
Viskositas adalah sifat yang menunjukkan ketahanan dalam perubahan bentuk dan pergerakan. Viskositas rendah berarti mudah mengalir. Faktor viskositas adalah komposisi minyak dan temperatur. Viskositas ini adalah penting untuk memprediksi penyebaran minyak di air.
c) Titik Ubah
Titik ubah adalah tingkat temperatur yang mengubah minyak menjadi memadat atau berhenti mengalir. Titik ubah minyak mentah bervariasi antara –57°C sampai 32°C. Tititk ubah ini penting untuk prediksi kelakuan minyak di air dan penetapan strategi pembersihan lingkungan.
d) Kelarutan Air
Kelarutan minyak dalam air rendah adalah sekitar 30 mg/L dan tergantung kepada komposisi kimia dan temperatur. Besaran kelarutan itu dicapai oleh minyak aromatik dengan berat molekul kecil seperti benzene, toluene, ethylbenzene, dan xylene (BTEX). Sifat kelarutan ini adalah penting untuk prediksi kelakuan minyak di air, proses bioremediasi, dan ekotoksisitas minyak.
Karakteristik kimia minyak adalah berbeda untuk minyak mentah dan minyak olahan. Senyawa baru dapat muncul dalam minyak olahan, yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak mentah. Minyak mentah mengandung senyawa hidrokarbon sekitar 50–98 % dan selebihnya senyawa non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen, oxygen, dan beberapa logam berat) (Leahy and Colwell, 1990). Selanjutnya minyak diklasifikasikan berdasarkan kelarutan dalam pelarut organik, yaitu:
I. Hidrokarbon jenuh
Termasuk dalam kelas ini adalah alkana dengan struktur CnH2n+2 (aliphatics) dan CnH2n (alicyclics), dimana n > 40. Hidrokarbon jenuh ini merupakan kandungan terbanyak dalam minyak mentah.
II. Hidrokarbon aromatik
Termasuk dalam kelas ini adalah monocyclic aromatics (BTEX) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene, dan phenanthrene). PAHs bersifat karsinogen, atau dapat ditransformasi oleh mikroba menjadi senyawa karsinogen, sehingga menjadi senyawa penting dalam penjagaan kualitas lingkungan.
III. Resin
Termasuk di sini adalah senyawa polar berkandungan nitrogen, sulfur, oksigen (pyridines dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai senyawa NSO.
IV. Asphalt
Termasuk di sini adalah senyawa dengan berat molekul besar dan logam berat nickel, vanadium, dan besi. Tentu saja variasi komposisi minyak mentah adalah berbeda di berbagai tempat, itulah sebabnya teknologi remediasi bersifat site-specific.
Minyak olahan seperti gasoline, kerosene, minyak jet, dan lubricant adalah produk olahan minyak mentah melalui proses catalytic cracking dan fractional distillation. Sebagai hasil olahan, minyak olahan mempunyai sifat fisik kimia berbeda dengan minyak mentah. Minyak olahan mempunyai kandungan minyak mentah dan senyawa hidrokarbon tak jenuh seperti olefins (alkenes dan cycloalkenes) dari proses catalytic cracking. Kandungan olefins adalah cukup besar sampai 30% dalam gasoline dan sekitar 1% dalam jet fuel (NAS, 1985).
Menurut Pertamina (2002), Pencemaran minyak di laut berasal dari :
1. Ladang Minyak Bawah Laut;
2. Operasi Kapal Tanker;
3. Docking (Perbaikan/Perawatan Kapal);
4. Terminal Bongkar Muat Tengah Laut;
5. Tanki Balas dan Tanki Bahan Bakar;
6. Scrapping (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua);
7. Kecelakaan Tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan);
8. Sumber di Darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon ( perkantoran & industri );
9. Tempat Pembersihan (dari limbah pembuangan Refinery).

2.2. Dampak Pencemaran Minyak Di Laut
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004). Sumadhiharga (1995) dalam Misran (2002) memaparkan bahwa dampak-dampak yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut adalah akibat jangka pendek dan akibat jangka panjang.
1. Akibat jangka pendek
Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga menurun mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya.
2. Akibat jangka panjang
Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma lain melalui rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di dalam zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila ikan tersebut dimakan ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya, dan bahkan manusia.
Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak mentah dengan susunannya yang kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur di dasar laut. Ikan yang hidup di sekeliling laut akan tercemar atau mati dan banyak pula yang bermigrasi ke daerah lain. Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi sinar matahari masuk sampai ke lapisan air dimana ikan berdiam. Menurut Fakhrudin (2004), lapisan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob.
Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengarungi pertumbuhan rumput laut, lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan menghambat terjadinya proses fotosintesis karena lapisan minyak di permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan terputus Jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan menutupi substrat, selain akan mematikan organisme benthos juga akan terjadi perbusukan akar pada tumbuhan laut yang ada.
Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutam mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.
Bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa minyak yang terperangkap di dalam habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun setelah pencemaran terjadi. Komunitas dominan species Rhizophora mungkin bisa membutuhkan waktu sekitar 8 (delapan ) tahun untuk mengembalikan kondisinya seperti semula (O’Sullivan & Jacques, 2001 ).
Ekosistim terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh pencemaran minyak. Menurut O’Sullivan & Jacques (2001), jika terjadi kontak secara langsung antara terumbu karang dengan minyak maka akan terjadi kematian terumbu karang yang meluas. Akibat jangka panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung laut merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat terpengaruh akibat tumpahan minyak . Akibat yang paling nyata pada burung laut adalah terjadinya penyakit fisik (Pertamina, 2002). Minyak yang mengapung terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di atas permukaan air, seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah subtropik), burung camar dan guillemot ( jenis burung laut kutub).
Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut, maka timbullah upaya-upaya untuk pencegahan dan penanggulangan bahaya tersebut oleh negara-negara di dunia. Diakui bahwa prosedur penanggulangan seperti: pemberitahuan bencana, evaluasi strategi penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat menjadi poin utama dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak. Untuk melakukan hal tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan dan aspek koordinasi.
Sejak September 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan memulai Gerakan Bersih pantai dan Laut (GBPL). Gerakan ini bertujuan untuk mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan laut yang biru dan pantai yang bersih pada lokasi yang telah mengalami pencemaran. Dengan gerakan ini diharapkan bukan hanya didukung oleh pemerintah dan masyarakat, namun juga didukung oleh para pengusaha minyak dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia.

2.3. Cara Mengatasi Pencemaran Minyak Di Laut
Sebelum upaya penanggulangan tumpahan minyak dilakukan, maka tindakan pertama yang diambil adalah melakukan pemantauan tumpahan yang terjadi guna mengetahui secara pasti jumlah minyak yang lepas ke lautan serta kondisi tumpahan, misalnya terbentuknya emulsi.
Ada dua jenis upaya yang dilakukan yaitu dengan pengamatan secara visual dan penginderaan jauh (remote sensing). Karena ada keterbatasan pada masing-masing teknik tersebut, seringkali digunakan kombinasi beberapa teknik. Pengamatan visual melalui pesawat merupakan teknik yang reliable, namun sering terjadi pada peristiwa tumpahan minyak yang besar dengan melibatkan banyak pengamat, laporan yang diberikan sangat bervariasi.
Ada beberapa faktor yang membuat pemantauan dengan teknik ini menjadi kurang dapat dipercaya seperti pada tumpahan jenis minyak yang sangat ringan akan segera mengalami penyebaran (spreading) dan menjadi lapisan sangat tipis. Pada kondisi pencahayaan ideal akan terlihat warna terang atau pelangi. Namun, seringkali penampakan lapisan ini sangat bervariasi tergantung jumlah cahaya matahari, sudut pengamatan dan permukaan laut. Karenanya, pengamatan ketebalan minyak berdasarkan warna slick kurang bisa dipercaya. Faktor lainnya adalah kondisi lingkungan setempat dan prediksi coverage area.
Cara kedua dengan menggunakan metode penginderaan jarak jauh yang dilakukan dengan berbagai macam teknik seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR) yang telah digunakan secara luas. SLAR memiliki keuntungan yaitu bisa dioperasikan segala waktu dan segala cuaca, menjangkau wilayah yang lebih luas dengan hasil penginderaan lebih detail dengan kekontrasan tinggi dan bisa ditransmisikan. Sayangnya teknik ini hanya bisa mendeteksi laisan minyak yang tebal dan tidak bisa mendeteksi minyak yang berada dibawah air dan kondisi laut sangat tenang. Selain SLAR digunakan pula teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner dan LANDSAT Satellite System. Berbagai teknik ini digunakan besama guna menghasilkan informasi yang akurat dan cepat.
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika biasanya dilakukan pada langkah awal yaitu dengan mengisolasi secara cepat sebelum tumpahan minyak menyebar kemana-mana. Metode fisika yang dapat digunakan ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil skimmer. Oil Skimmer adalah alat yang digunakan untuk memisahkan partikel cair yang berada diatas cairan lain atau cairan yang mengambang dikarenakan cairan tersebut tidak homogen dan yang sering kita temui adalah cairan minyak yang mengambang di atas cairan air dan sering juga disebut oil separator. Alat ini cukup efektif untuk memisahkan minyak dengan air dimana jenis dari oil skimmer ini bermacam – macam. Di banyak industri manufaktur, alat ini digunakan untuk memisahkan kandungan oli yang tercampur dalam cairan pendingin (coolant) baik pada proses heat treatment, cutting, grinding dan milling dimana oli ini biasanya mengalir dari slide, gear dan bagian mesin lain yang membutuhkan pelumasan. Akibat dari kandungan oli yang tercampur dalam coolant menyebabkan coolant tidak berfungsi dengan optimal sehingga perlu dipisahkan oli dari cairan coolant.
Oil Skimmer juga sering digunakan untuk mengangkat tumpahan minyak dilaut akibat kapal tanker yang bocor atau yang lainnya. Di Industri perhotelan atau di restoran biasanya minyak nabati sisa – sisa proses memasak biasanya juga perlu dipisahkan agar tidak menyumbat saluran air atau yang sering dilakukan adalah untuk menurunkan biaya proses treatment (WWT) agar tidak terjadi pencemaran lingkungan. Pemakaian jenis oil skimmer biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan sebagai parameter yang sering dipakai dalam menentukan jenis oil skimmer ada beberapa yaitu jenis minyak yang tercampur dalam air, lokasi kerja dari oil skimmer (in door, out door, statis, atau bergerak seperti dilaut), temperatur cairan, persentase oil terhadap cairan yang dipisahkan, kapasitas dari oil skimmer, fungsi pemisahan apakah untuk mesin dikolam atau dilaut.
Ada beberapa cara kerja dari alat oil skimmer, dengan cara gravitasi, dimana minyak mengapung ke atas oil skimmer dan didorong oleh skimmer ke dalam wadah penyimpanan. Sementara ada juga yang menggunakan belt dan sering dinamakan belt skimmer, dimana bahan material juga ada beberapa yang berbahan dasar plastik dan logam. Namun masih banyak lagi dengan menggunakan metoda lain seperti menggunakan roda, atau memutar drum yang dilapisi zat yang menarik minyak dari air yang terkontaminasi sering disebut drum oil skimmer, menggunakan pompa centrifugal yang mengambang diatas permukaan air, jenis ini dinamakan floating oil skimmer, menggunakan tali atau disebut dengan rope oil skimmer, menggunakan pipa dan sebagainya. Sedangkan untuk didunia industri, pemisahan oli terhadap minyak biasanya disertai dengan material padat sepereti pada proses cutting dan grinding sehingga mulai dikembangkan metode pemisahan dengan menggunakan bucket sehingga minyak dan padatan hasil proses grinding dan cutting bisa dipisahkan sekaligus dari cairan coolant.








BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kasus pencemaran air laut akibat dari pengeboran Indusri minyak ditengah laut, tumpahan minyak, kebocoran kapal tanker dan lain-lain. Sehingga dapat berpengaruh pada beberapa sektor, diantaranya lingkungan pantai dan laut, ekosistem biota pantai dan laut, dan mengganggu aktivitas nelayan sehingga mempengaruhi kesejahteraan mereka. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain dapat mengubah karakteristik populasi spesies dan struktur ekologi komunitas laut, dapat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan serta reproduksi organisme laut, bahkan dapat menimbulkan kematian pada organisme laut. Salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran minyak di laut yaitu dengan menggunakan metode Oil Skimmer.

3.2. Saran
Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila tidak di sertai dengan program pengelolaan air yang baik akan mengakibatkan kerusakan ekosistem yang ada dalam hal ini adalah air, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab terjadinya pencemaran air. Oleh karena itu, kita semua perlu menjaga kealamian laut agar tidak tercemar.







DAFTAR PUSTAKA
Fakhrudin, 2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Career Development Network. Jakarta: Faculty or Engineering University of Indonesia.

Farb, Peter, dkk. 1980. Ekologi. Pustaka Life. Jakarta: Tira Jakarta.

Leahy, J.G. and Colwell, R.R. 1990. Microbial Degradation of Hydrocarbons in the Environment. Applied and Environmental Microbiology, 54, 305-315.

Misran, E. 2002. Aplikasi Teknologi Berbasiskan Membran dalam Bidang Bioteknologi Kelautan: Pengendalian Pencemaran. Medan, USU Digital Library: P. 1 – 17.

O’Sullivan A.J. and T.G. Jacques. 2001. Impact reference System – Effects of Oil in the Marine Environment: Impact of Hydrocarbons on Fauna and Flora. Internet Edition. Brussel: European Commission Directorate General Environment Civil Protection and Enviromental Accident, Belgium.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.

Pertamina. 2002. Basic Safety Training, Diklat khusus Dit. PKK Pertamina. Jakarta: Pertamina.

Pramudianto, Bambang. 1999. Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut. Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB.

Siahaan, N.H.T, 1989. Pencemaran Laut dan kerugian yang Ditimbulkan (I), dalam Harian Angkatan Bersenjata. Jakarta: 8 Juni 1989.

Sumadhiharga, K. 1995. Zat-Zat yang Menyebabkan Pencemaran di Laut. Jurnal Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia: Lingkungan dan Pembangunan. 15(4): 376 – 387.




Abrasi dan Cara Menanggulanginya

SEDIMENTOLOGI LAUT

“DAMPAK ABRASI SERTA SOLUSI EFEKTIF UNTUK PENANGGULANGANNYA”








Oleh
Za’im Robithin Az-Zihny
(G1F115212)







PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Dampak Abrasi Serta Solusi Penanggulangannya” ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada dosen pengampu matakuliah yang telah memberikan bimbingan serta arahan dan terimakasih pula untuk teman-teman sekalian yang telah terlibat dalam membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah yang akan datang.



Banjarbaru,  Januari 2018


Za’im Robithin Az-Zihny









DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................              i
DAFTAR ISI...............................................................................................             ii
BAB I.  PENDAHULUAN........................................................................             1
1.1.       Latar Belakang............................................................................             1
1.2.       Rumusan Masalah........................................................................             3
1.3.       Tujuan dan Manfaat....................................................................             3
BAB II.  PEMBAHASAN..........................................................................             4
2.1. Penyebab Abrasi............................................................................             4
2.2. Dampak Abrasi Terhadap Lingkungan..........................................             5
2.3. Upaya Mengurangi Kerusakan yang Ditimbulkan Abrasi.............             7
BAB III. PENUTUP...................................................................................           14
3.1. Kesimpulan....................................................................................           14
3.2. Saran..............................................................................................           15
DAFTAR PUSTAKA















BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak yang dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Seorang ahli perubahan iklim dari institut Teknologi Bandung (ITB) Dr. Armi Susandi (2011) menyatakan bahwa ia meramalkan pada 2050 nanti 24 persen wilayah Jakarta akan terendam air laut secara permanen.
Seperti diketahui, Indonesia sebagai negara kepulauan tentunya tidak lepas dengan garis pantai, Indonesia sendiri memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Kanada, Amerika Serikat dan Rusia, garis pantai Indonesia sendiri sepanjang 95.181 kilometer. Namun sebanyak 20 persen dari garis pantai di sepanjang wilayah Indonesia dilaporkan mengalami kerusakan, tentunya kerusakan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain perubahan lingkungan dan abrasi pantai.
Air laut tidak pernah diam. Air laut bergelombang di permukaannya, kadang-kadang besar kadang-kadang kecil, tergantung pada kecepatan angin dan kedalaman dasar lautnya. Semakin dalam dasar lautnya makin besar gelombangnya. Gelombang mempunyai kemampuan untuk mengikis pantai. Akibat pengikisan ini banyak pantai yang menjadi curam dan terjal. Tetapi kerusakan atau kerugian yang diakibatkan abrasi bisa diperkecil dengan cara tetap menjaga kelestarian hutan mangrove di sekitar pantai.
Akan tetapi, kerusakan lingkungan pantai semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Hutan-hutan mangrove yang dulunya menghiasi pesisir pantai, kini telah dibabat habis oleh manusia karena keserakahannya untuk memperkaya diri dengan membangun sarana wisata dan rekreasi, seperti hotel dan lainnya. Dari total 9,4 juta hektare tanaman mangrove yang ada di Indonesia, sesuai dengan data Departemen Kehutanan RI pada 2006, sekitar 70 persennya rusak. 
Oleh karena itu, kasus yang sering kita jumpai belakangan ini adalah masalah abrasi pantai yang semakin parah akibatnya. Abrasi pantai ini terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera diatasi karena dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak terkecuali manusia.
Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin sempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi lebih berbahaya. Seperti kita ketahui, negara kita Indonesia sangat terkenal dengan keindahan pantainya. Setiap tahun banyak wisatawan dari mancanegara berdatangan ke Indonesia untuk menikmati panorama pantainya yang sangat indah. Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit. Demikian juga dengan pemukiman penduduk yang berada di areal pantai tersebut. Banyak penduduk yang akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa dampak dari abrasi sangat berbahaya. Untuk itu penulis akan mencoba menjelaskan lebih lanjut mengenai apa itu abrasi, penyebab abrasi, dan bagaimana solusi untuk menanggulanginya.












1.2. Rumusan Masalah
Adapun berdasarkan dari latar belakang di atas dapat disimpulkan:
1.      Apa saja yang menyebabkan terjadinya abrasi?
2.      Apa dampak abrasi terhadap kehidupan?
3.      Bagaimana upaya untuk mengurangi kerusakan yang ditimbulkan abrasi?

1.3. Tujuan dan Manfaat
Melalui karya ilmiah ini, diharapkan dapat:
      1.      Mengetahui penyebab abrasi.
2.      Mengetahui dampak-dampak abrasi terhadap kehidupan.
3.  Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ataupun menghambat kerusakan yang ditimbulkan abrasi.
Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1.  Dapat digunakan sebagai bahan belajar, untuk menambah pengetahuan pribadi.
2.   Dapat digunakan sebagai bahan ajar, untuk mendidik anak bangsa.
3.   Masyarakat, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan dan turut berperan serta untuk mencegahnya dari kerusakan.
4.    Pemerintah, supaya rencana kegiatan untuk menjaga lingkungan lebih direalisasikan dan lebih peduli lagi terhadap keadaan wilayah di Indonesia khususnya daerah pesisir.
5.    Para pengusaha, memperhatikan lingkungan di sekitar ketika melakukan penambangan serta tidak membuang limbah atau sampah ke laut.










BAB II. PEMBAHASAN
2.1  Penyebab Abrasi
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.
Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi. Abrasi disebabkan oleh naiknya permukaan air laut di seluruh dunia karena mencairnya lapisan es di daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini merupakan dampak dari pemanasan global yang terjadi belakangan ini. Seperti yang kita ketahui, pemanasan global terjadi karena gas-gas COyang berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan bermotor menghalangi keluarnya gelombang panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub mencair, air lelehan es itu mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan mengalami peningkatan dan akan menggerus daerah yang permukaannya rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran lingkungan.
Masih banyak daerah yang mengalami abrasi dengan tingkat yang tergolong parah. Apabila hal ini tidak ditindak lanjuti secara serius, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang permukaannya rendah akan tenggelam.
Abrasi pantai diakibatkan oleh dua faktor utama yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yaitu:
1.     Peningkatan permukaan air laut yang diakibatkan oleh mencairnya es di daerah kutub sebagai akibat pemanasan global.
2.     Hilangnya vegetasi mangrove (hutan bakau) di pesisir pantai. Sebagaimana diketahui, akar-akar mangrove yang ditanam di pinggiran pantai mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai. Sayangnya, hutan bakau ini banyak yang telah dirusak oleh manusia melalui proses penebangan. Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai memperbesar peluang terjadinya abrasi.
3.     Penambangan pasir sangat berperan banyak terhadap abrasi pantai, baik di daerah tempat penambangan pasir maupun di daerah sekitarnya karena terkurasnya pasir laut akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan arah arus laut yang menghantam pantai.
4.     Perusakan karang pantai juga merupakan salah satu penyebabnya karena penggalian karang menyebabkan pertambahan kedalaman perairan dangkal yang semula berfungsi meredam energi gelombang, akibatnya gelombang sampai ke pantai dengan energi yang cukup besar.
5.     Pendirian bangunan yang melewati garis pantai sehingga pasir atau tanah di sekitar pantai menjadi tidak kuat.
Selain itu dapat juga diakibatkan oleh faktor alam, seperti:
a.    Angin yang bertiup di atas lautan yang menimbulkan gelombang dan arus laut sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikis daerah pantai. Gelombang yang tiba di pantai dapat menggetarkan tanah atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas dari daratan.
b.    Selain itu, tsunami juga merupakan salah satu faktor. Rusaknya bibir pantai di perairan Indonesia akibat abrasi itu tidak terlepas dari geologi, kekuatan ombak laut serta pusaran angin.
c.    Proses fragmentasi sedimen juga merupakan penyebab abrasi karena butiran pasir atau sedimen kasar lambat laun akan mengalami proses fragmentasi menjadi butiran halus yang lebih mudah terbawa oleh arus dan ombak.
Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor buatan di mana manusialah yang paling mempengaruhi terjadinya abrasi ini melalui berbagai aktivitas khususnya pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan untuk mencari keuntungan pribadi.

2.2  Dampak Abrasi Terhadap Kehidupan
Menurut Muhammad Arsyad (2012) menyatakan abrasi tentu sangat berdampak terhadap kehidupan. Pada umumnya abrasi lebih banyak memiliki dampak negatif dibandingkan dampak positif. Dampak negatif yang dihasilkan dari abrasi juga sangat merugikan lingkungan khususnya manusia. Berikut ini akan dipaparkan bukti-bukti kerugian yang diakibatkan abrasi.
a)    Air laut tidak pernah diam. Air laut bergelombang di permukaannya, kadang-kadang besar kadang-kadang kecil, tergantung pada kecepatan angin dan kedalaman dasar lautnya. Semakin dalam dasar lautnya makin besar gelombangnya. Gelombang mempunyai kemampuan untuk mengikis pantai. Akibat pengikisan ini banyak pantai yang menjadi curam dan terjal.
b)   Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang tinggal di pinggir pantai.
c)    Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai karena terpaan ombak yang didorong angin kencang begitu besar.
d)   Kehilangan tempat berkumpulnya ikan-ikan perairan pantai karena terkikisnya hutan bakau.
e)    Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak sedikit.
f)    Pemukiman penduduk yang berada di areal pantai akan kehilangan tempat tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.
g)   Kemungkinan dalam beberapa tahun ke depan luas pulau-pulau di Indonesia banyak yang akan berkurang dan banyak pulau yang akan tenggelam.
h)   Dalam beberapa tahun terakhir garis pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami penyempitan yang cukup memprihatinkan. Di beberapa daerah abrasi pantai dinilai belum pada kondisi yang membahayakan keselamatan warga setempat, namun bila hal itu dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan dapat menghambat pengembangan potensi kelautan di daerah tersebut secara keseluruhan, baik pengembangan hasil produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya.
i)     Pantai yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak. Pemukiman warga dan tambak tergerus hingga menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi pantai ini.
Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi sangat berdampak terhadap kehidupan. Dibandingkan dengan dampak positif, abrasi lebih banyak dampak negatif yang mana dampak negatif ini sangat merugikan manusia, lingkungan, dan aktivitas manusia itu sendiri. Tidak hanya itu, wilayah negara kita, Indonesia juga semakin menyempit. Ironisnya, semua dampak ini sebagian besar disebabkan oleh manusia.

2.3 Upaya Mengurangi Kerusakan yang Ditimbulkan Abrasi
Abrasi tidak mungkin bisa dicegah karena setiap hari air laut terus bergerak dan angin pun tak berhenti berhembus. Oleh karena itu, kita sebagai manusia hanya bisa mengurangi, menghambat, atau memperkecil kerusakan yang diakibatkan oleh abrasi.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi (paling tidak menghambat) masalah abrasi pantai ini menurut Islahudin (2012), yaitu:
1.     Pemulihan hutan mangrove di sekitar pantai yang terkena dampak abrasi tersebut. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya rehabilitasi untuk memperbaiki tanaman mangrove yang rusak tersebut. Pada 2004 dan 2005  pemerintah mampu menghijaukan 34.601 hektar hutan mangrove (bakau), sedangkan pada tahun 2006 sekitar 2.790 hektar.
2.     Pelestarian terumbu karang, yaitu melalui rehabilitasi lingkungan pesisir yang hutan bakaunya sudah punah, baik akibat dari abrasi itu sendiri maupun dari pembukaan lahan tambak. Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan gelombang yang sampai ke pantai. Oleh karena itu, perlu pelestarian terumbu karang dengan membuat peraturan untuk melindungi habitatnya.
3.     Pelarangan penggalian pasir pantai. Perlu peraturan baik di tingkat pemerintah daerah maupun pusat yang mengatur pelarangan penggalian pasir pantai secara besar-besaran yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.
4.     Usaha membangun pengaman pantai. Pengaman pantai bertujuan untuk mencegah erosi pantai dan penggenangan daerah pantai akibat hempasan gelombang (overtopping). Berdasarkan strukturnya pengaman pantai dibedakan menjadi dua, yaitu pengamanan lunak (soft protection) dan pengamanan keras (hard protection).
·         Pengamanan lunak dilakukan dengan tiga cara yaitu:
     I.         Pengisian pasir, pengisian pasir bertujuan untuk mengganti pasir yang hilang akibat erosi dan memberikan perlindungan pantai terhadap erosi dalam bentuk sistem tanggul pasir. Hal yang harus diperhatikan adalah lokasi pasir harus memiliki kedalaman yang cukup sehingga pertambahan kedalaman akibat penggalian pasir tidak mempengaruhi pola gelombang dan arus yang pada gilirannya akan mengakibatkan erosi ke pantai-pantai sekitarnya.
     II.        Terumbu karang, merupakan bentukan yang terdiri dari tumpukan zat kapur. Bentukan terumbu karang dibangun oleh hewan karang dan hewan-hewan serta tumbuhan lainnya yang mengandung zat kapur melalui proses biologis dan geologis dalam kurun waktu yang relatif lama. Fungsi terumbu karang selain sebagai bagian ekologis dari ekosistem pantai yang sangat kaya dengan produksi perikanan juga melindungi pantai dan ekosistem perairan dangkal lain dari hempasan ombak dan arus yang mengancam terjadinya erosi.
     III.       Hutan bakau (mangrove forest), merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Fungsi dari hutan bakau selain sebagai tempat wisata dan penghasil kayu adalah sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung erosi, penahan lumpur dan penangkap sedimen. Sebenarnya telah banyak orang yang mengetahui fungsi dan kegunaan hutan bakau bagi lingkungan. Namun, dalam prakteknya di lapangan masih banyak pula yang belum memanfaatkan hutan bakau sebagai sarana untuk mencegah atau mengatasi abrasi. Padahal, mangrove yang ditanam di pinggiran pantai, akar-akarnya mampu menahan ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai.
Selain mencegah atau mengatasi abrasi, hutan bakau dapat membawa keuntungan-keuntungan lebih daripada hanya sekedar membangun pemecah gelombang buatan. Keuntungan-keuntungan tersebut antara lain:
1.  Menjaga kestabilan garis pantai.
2. Menahan atau menyerap tiupan angin laut yang kencang.
3.  Dapat mengurangi resiko dampak dari tsunami.
4. Membantu proses pengendapan lumpur sehingga kualitas air laut lebih terjaga dari endapan lumpur erosi.
5. Menghasilkan oksigen yang bermanfaat bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.
6. Mengurangi polusi, baik udara maupun air.
7. Sumber plasma nutfah.
8. Menjaga keseimbangan alam.
9. Sebagai habitat alami makhluk hidup seperti burung, kepiting, dan lain sebagainya.
Beberapa hal di atas merupakan sebagian dari berbagai keuntungan yang dapat diperoleh dari penanaman hutan bakau dalam usaha mencegah atau mengatasi abrasi. Selain itu pemerintah tidak perlu lagi berulang kali membangun pemecah gelombang sehingga dapat menghemat pengeluaran dan dapat mengalokasikan dana untuk keperluan-keperluan lain (tentunya yang berguna untuk masyarakat).
·         Pengamanan keras dilakukan dengan 5 cara, yaitu:
I.         Revetment (pelindung tebing pantai), stuktur pelindung pantai yang dibuat sejajar pantai dan biasanya memiliki permukaan miring. Strukturnya biasa terdiri dari beton, timbunan batu, karung pasir, dan beronjong (gabion). Karena permukaannya terdiri dari timbunan batu atau blok beton dengan rongga-rongga diantaranya, maka revetment lebih efektif untuk meredam energi gelombang. Bangunannya dibuat untuk menjaga stabilitas tebing atau lereng yang disebabkan oleh arus atau gelombang. Ada beberapa tipe dari revetment, seperti: Rip-rap (batuan yang dicetak dan berbentuk seragam), Unit armour (beton), dan batu alam (blok beton).
II.      Seawall (dinding), hampir serupa dengan revetment, yaitu dibuat sejajar pantai tapi seawall memiliki dinding relatif tegak atau lengkung. Seawall pada umumnya dibuat dari konstruksi padat seperti beton, turap baja atau kayu, pasangan batu atau pipa beton sehingga seawall tidak meredam energi gelombang, tetapi gelombang yang memukul permukaan seawall akan dipantulkan kembali dan menyebabkan gerusan pada bagian tumitnya.
III.   Groin (groyne), struktur pengaman pantai yang dibangun menjorok relatif tegak lurus terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya kayu, baja, beton (pipa beton), dan batu.
IV.   Pemecah Gelombang Sejajar Pantai, dibuat terpisah ke arah lepas pantai, tetapi masih di dalam zona gelombang pecah (breaking zone). Bagian sisi luar pemecah gelombang memberikan perlindungan dengan meredam energi gelombang sehingga gelombang dan arus di belakangnya dapat dikurangi. Pantai di belakang struktur akan stabil dengan terbentuknya endapan sedimen. Pencegahan abrasi dengan membangun pemecah gelombang buatan di sekitar pantai dengan maksud untuk mengurangi abrasi yang terjadi tanpa dibarengi dengan usaha konservasi ekosistem pantai (seperti penanaman bakau dan/atau konservasi terumbu karang).
Akibatnya, dalam beberapa tahun kemudian abrasi kembali terjadi karena pemecah gelombang buatan tersebut tidak mampu terus-menerus menahan terjangan gelombang laut. Namun, sering kali pengalaman tersebut tidak dijadikan pelajaran dalam menetapkan kebijakan selanjutnya dalam upaya mencegah ataupun mengatasi abrasi. Yang sering terjadi di lapangan ketika pemecah gelombang telah rusak adalah pemerintah setempat membangun pemecah geombang buatan lagi dan tanpa dibarengi dengan penanaman bakau atau konservasi terumbu karang yang rusak. Hal tersebut seakan-akan menjadi suatu rutinitas yang bila dipikir lebih jauh, tentunya hal tersebut akan berimbas terhadap dana yang harus dikeluarkan daerah setempat.
Seandainya, dalam mengatasi abrasi tersebut kebijakan yang diambil pemerintah yaitu dengan membangun pemecah gelombang buatan (pada awal usaha mengatasi abrasi atau jika kondisi abrasi benar-benar parah dan diperlukan tindakan super cepat) dengan dibarengi penanaman bakau di sekitar daerah yang terkena abrasi atau bahkan bila memungkinkan dibarengi pula dengan konservasi terumbu karang, tentunya pemerintah setempat tidak perlu secara berkala terus menerus membangun pemecah gelombang yang menghabiskan dana yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan dalam beberapa tahun sejak penanaman, tanaman-tanaman bakau tersebut sudah cukup untuk mengatasi atau mengurangi abrasi yang terjadi.
V.      Stabilisasi Pantai, dilakukan dengan membuat bangunan pengarah sedimen seperti tanjung buatan, pemecah gelombang sejajar pantai, dan karang buatan yang dikombinasikan dengan pengisian pasir. Metode ini dilakukan apabila suatu kawasan pantai terdapat defisit sedimen yang sangat besar sehingga dipandang perlu untuk mengembalikan kawasan pantai yang hilang akibat erosi.
Pada saat ini, konsep pengamanan di atas akan dan sedang diterapkan, misalnya untuk Pantai Sanur, Nusa Dua, dan Kuta. Sedangkan untuk Pura Tanah Lot diamankan dengan pemecah gelombang terendam. Dalam hal ini kita sebagai warga negara yang baik hendaknya ikut beperan dalam proses pengamanan pantai tersebut, yaitu dengan ikut melestarikan ekosistem laut beserta isinya, melakukan pembangunan sesuai peraturan yang berlaku agar tidak melewati garis pantai, serta tidak melakukan penambangan pasir atau perusakan karang. Mereklamasi bekas lubang tambang pasir atau barang tambang di daerah pesisir pantai. Serta penyediaan bibit penghijauan hutan mangrove di sekitar pantai.
Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jendral Sumber Daya Air juga melaksanakan pembuatan bangunan pantai yang terutama di tunjukan untuk pengamanan atau perlindungan garis pantai dari kerusakan yang disebabkan oleh gelombang dan arus laut. Bangunan-bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
- Krib, adalah bangunan pengaman pantai yang mempunyai fungsi untuk mengendalikan pergerakan material-material seperti pasir pantai yang bergerak secara alami yang disebabkan oleh arus yang sejajar  pantai (Litoral Drift). Bentuk krib biasanya dibangun lurus, namun ada pula yang berbentuk zig-zag atau berbentuk Y, T, atau L.
- Tembok pantai atau tanggul pantai, dibangun untuk melindungi daratan terhadap erosi, gelombang laut, dan bahaya banjir yang disebabkan oleh hempasan gelombang. Tembok pantai ada yang bersifat meredam energi gelombang dan ada yang tidak. Adapun bahan yang digunakan ada yang dari beton  atau pasangan batu kosong (rublemounts).
- Pemecah gelombang yang putus-putus (Detached Break Water), dibuat sejajar pantai dengan jarak tertentu dari pantai. Bangunan ini berfungsi untuk mengubah kapasitas transport sedimen yang sejajar ataupun tegak lurus dengan pantai dan akan mengakibatkan terjadinya endapan (akresi) di belakang bangunan yang biasa disebut dengan tombolo.
- Konservasi pantai, kegiatan yang tidak hanya sekedar pengaman tepi pantai dari ancaman arus atau gelombang laut namun, memiliki kepentingan yang lebih jauh misalnya untuk rekreasi, tempat berlabuh kapal-kapal pesiar dan sebagainya. Salah satu yang dikerjakan ialah dengan membuat tanjung-tanjung buatan (artificial headland), di mana di antara tanjung-tanjung buatan tersebut dapat digunakan kapal pesiar untuk berenang, tempat tersebut diisi dengan pasir yang berkualitas baik yang biasanya diambil dari laut agar tidak merusak lingkungan. Di Indonesia konversi pantai baru dikerjakan di Pantai Kuta dan Sanur di Pulau Bali.
Dapat disimpulkan bahwa ada banyak sekali cara yang dapat digunakan atau terapkan untuk melestarikan daerah pantai khusunya pesisir yang sangat rentan tergerus abrasi. Akan tetapi, hasil yang kita lakukan akan jauh lebih baik apabila pemerintah turut berperan agar tindakan yang kita lakukan tidak sia-sia.
Penanganan abrasi pantai memang sulit. Solusi di atas memiliki resiko dan kekurangan masing-masing. Pemasangan alat pemecah ombak tentunya memerlukan biaya yang sangat besar, waktu yang lama, dan wilayah yang luas sedangkan penanaman vegetasi mangrove pun tidak dapat dilakukan di semua jenis pantai karena mangrove hanya tumbuh di daerah yang berlumpur. Hal ini akan menjadi sangat sulit karena sebagian besar pantai di Indonesia merupakan perairan yang dasarnya tertutupi oleh pasir. Seperti kita ketahui bahwa tanaman bakau tidak dapat tumbuh pada daerah berpasir.
Tetapi meskipun sangat sulit, usaha untuk mengatasi abrasi ini harus terus dilakukan. Jika masalah abrasi ini tidak segera ditanggulangi, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan luas daratan di Indonesia banyak yang akan berkurang. Bahkan beberapa pulau terancam hilang.
Agar upaya ini dapat berjalan dengan lebih baik, maka peranan dari semua elemen masyarakat sangat diperlukan. Pemerintah tidak akan dapat mengatasinya tanpa partisipasi dari masyarakat. Apabila alat pemecah ombak berhasil dibangun dan hutan bakau atau hutan mangrove berhasil ditanam, maka dampak abrasi tentu akan dapat dikurangi meskipun tidak sampai 100%.
Masalah pencemaran pantai juga harus diatasi dengan sangat serius karena dapat merusak keindahan dan keasrian pantai. Untuk mengatasi permasalahan ini kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan harus ditingkatkan. Selain itu peraturan untuk tidak merusak lingkungan harus dibuat dan menindak dengan tegas bagi siapa pun yang melanggarnya.
Sekarang ini di beberapa pantai masih banyak ditemui sampah-sampah yang berserakan. Selain itu, limbah pabrik yang beracun banyak yang dialirkan ke sungai yang kemudian mengalir ke laut. Hal ini dapat merusak ekosistem laut dan juga dapat membunuh beberapa biota laut. Pemerintah seharusnya menghimbau agar seluruh pabrik-pabrik tersebut membuang limbahnya setelah dinetralisasi terlebih dahulu.
Oleh karena itu, tanpa kesadaran dari diri kita sendiri untuk merawat dan menjaga lingkungan, niscaya abrasi akan tetap terus terjadi dan semakin memburuk. Bahkan, bukan tidak mungkin pulau-pulau besar juga mungkin akan tenggelam.













BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Adapun berdasarkan pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan:
1.    Abrasi dan pencemaran pantai merupakan masalah pelik yang dihadapi oleh masyarakat. Abrasi diakibatkan oleh 2 faktor, baik faktor alam (angin selalu berhembus menyebabkan air laut terus bergerak sehingga perlahan-lahan mengikis daratan atupun oleh bencana alam) maupun manusia (pembabatan hutan bakau, perusakan terumbu karang, penggalian pasir).
2.    Dampak yang diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah akan tenggelam. Ada banyak sekali pulau-pulau kecil di Indonesia yang tenggelam dan menghilang dikarenakan abrasi. Bahkan, diprediksikan beberapa tahun mendatang Indonesia akan kehilangan ribuan pulau karena abrasi.
3.    Kita dapat mengurangi atau memperkecil dampak negatif dari abrasi dengan melakukan beberapa cara, seperti membangun alat pemecah ombak dan menanam pohon bakau di pinggir pantai. Alat pemecah ombak dapat menahan laju ombak dan memecahkan gelombang air sehingga kekuatan ombak saat mencapai bibir pantai akan berkurang. Demikian juga dengan pohon bakau yang ditanam di pinggiran pantai. Akar-akarnya yang kokoh dapat menahan kekuatan ombak agar tidak mengikis pantai.
4.    Masalah abrasi maupun pencemaran lingkungan ini sangat sulit untuk diatasi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungannya. Masih banyak orang yang membuang sampah pada sembarang tempat yang nantinya dapat mencemari lingkungan. Masih banyak pula pihak-pihak tertentu yang melakukan pembangunan suatu daerah tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan, termasuk daerah pesisir.
5.    Permasalahan ini harus diselesaikan bukan hanya oleh pemerintah, tapi juga memerlukan partisipasi dari masyarakat. Niscaya, tanpa adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan, baik darat maupun laut, Indonesia akan kehilangan lebih banyak pulau dan bukan tidak mungkin pulau-pulau besar pun akan turut tenggelam.

3.2  Saran
Setelah penulis mengulas permasalahan di atas, penulis ingin menyarankan kepada pembaca khususnya masyarakat pada umumnya untuk mengambil peran dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai karena usaha dari pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat. Disarankan juga agar pemerintah lebih menindak tegas oknum-oknum yang terlibat dalam kegiatan yang tidak memperhatikan lingkungan.
Pembangunan alat pemecah ombak dan penanaman pohon bakau harus segera dilakukan agar abrasi yang terjadi di beberapa daerah tidak bertambah parah. Bagi para pemilik pabrik maupun usaha apapun yang ada di sekitar pantai agar tidak membuang limbah atau sampah ke laut. Mereka harus menyediakan sarana kebersihan agar limbah atau sampah yang mereka hasilkan tidak mencemari pantai. Karena pantai yang tercemar akan sulit dipulihkan lagi (sulit ditumbuhi tumbuhan).
Semua orang harus ikut berperan serta dalam menanggulangi masalah abrasi ini agar tidak ada lagi pulau-pulau yang dikabarkan telah menghilang (tenggelam).













DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Muhammad. 2012. Kerusakan Lingkungan Pesisir Pantai, arsyadmoon1.blogspot.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.

Fajar. 2011. Mencegah dan Mengatasi Abrasi di Indonesia, pedemunegeri.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.

Jevon. 2012. Mencegah dan Mengatasi Abrasi, anakbakau.wordpress.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.

Lee, Eddy S. 2013. Jika Tidak Dikendalikan Abrasi Pantai Mengancam, archipeddy.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.

Islahudin, 2012. Abrasi Pantai dan Penyebabnya. www.pantai.org. Diunduh pada 23 Januari 2018.

Ratih, Camay. 2012. Penyebab Abrasi Pantai Beserta Solusinya, camayratih.blogspot.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.

Sofiana, Lilis. 2009.  Pengaruh Kegiatan Manusia Terhadap Keseimbangan Ekosistem, lilis-sofiana.blogspot.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.