PENCEMARAN DAN PENGELOLAAN LIMBAH
“MENGURANGI PENCEMARAN MINYAK DI LAUT DENGAN METODE OIL SKIMMER”
Oleh
Za’im Robithin Az-Zihny
(G1F115212)
PROGRAM
STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Pencemaran Minyak
Di Laut” ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan ucapan
terimakasih kepada dosen pengampu matakuliah yang telah memberikan bimbingan
serta arahan dan terimakasih pula untuk teman-teman sekalian yang telah
terlibat dalam membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah yang akan datang.
Banjarbaru, Januari
2018
Za’im Robithin Az-Zihny
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB
I. PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1.
Latar
Belakang............................................................................ 1
1.2.
Rumusan Masalah........................................................................ 2
1.3.
Tujuan dan Manfaat.................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN.......................................................................... 3
2.1. Karakteristik
Minyak dan Macam-Macam Minyak Penyebab
Pencemaran
di Laut....................................................................... 3
2.2. Dampak Pencemaran
Minyak di Laut............................................ 8
2.3. Cara Mengatasi
Pencemaran Minyak di Laut................................ 11
BAB III. PENUTUP................................................................................... 14
3.1. Kesimpulan.................................................................................... 14
3.2. Saran.............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Pencemaran dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber
pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian masyarakat luas, karena
akibatnya sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat
signifikan merusak lingkungan hidup di sekitar pantai tersebut. Pencemaran
minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan
minyak untuk industri yang harus diangkut dari sumbernya, yang cukup jauh,
meningkatnya jumlah anjungan anjungan pengeboran minyak lepas pantai dan juga
karena semakin meningkatnya transportasi laut.
PP Nomor 19 Tahun 1999, pencemaran laut diartikan sebagai
masuknya/ dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan
baku mutu dan/atau fungsinya (Pramudianto, 1999). Sedangkan Konvensi Hukum Laut
III (United Nations Convention on the Law
of the Sea = UNCLOS III) mengartikan bahwa pencemaran laut adalah perubahan
dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuari) yang menimbulkan akibat
yang buruk sehingga dapat merusak sumber daya hayati laut (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia,
gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut
secara wajar, menurunkan kualitas air laut dan mutu kegunaan serta manfaatnya
(Siahaan, 1989 dalam Misran, 2002).
1.2.
Rumusan Masalah
Minyak yang membuat polusi dan pencemaran di laut yang
berakibatkan fatal terhadap lingkungan laut dan ekosistem di sekitar laut,
serta keterkaitan minyak yang menyebabkan polusi yang menjadi sumber dari
pencemaran di laut.
1.3.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dalam pembuatan karya tulis ini adalah :
- Memenuhi tugas matakuliah
Pencemaran dan Pengelolaan Limbah.
- Sebagai tambahan materi,
tambahan pengetahuan saya untuk mempelajari materi ini.
Manfaat dalam pembuatan karya tulis ini
adalah :
- Mengetahui betapa pentingnya
ekosistem laut.
- Mengetahui tentang pencemaran
di laut yang sangat merugikan.
- Mengetahui cara mengurangi pencemaran minyak di laut dengan metode oil skimmer.
BAB II. PEMBAHASAN
2.1.
Sumber Pencemaran Minyak di Laut
Ada banyak sumber dari pencemaran laut, namun sumber utama
pencemaran laut adalah berasal dari tumpahan minyak baik dari proses di kapal,
pengeboran lepas pantai maupun akibat kecelakaan kapal. Polusi dari tumpahan
minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus
perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan
oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di
sekitar pantai tersebut. Adapun beberapa penyebab terjadinya pencemaran
minyak di laut, diantaranya :
1) Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga masuk ke perairan laut secara langsung
dari outfall di pinggir pantai, dari
sungai yang bermuara di laut dan dari aliran sungai. Penanganan limbah domestik
lebih sulit untuk dikendalikan karena sumbernya yang menyebar.
2) Limbah Lumpur
Limbah lumpur tersusun oleh padatan yang terpisah dari
limbah rumah tangga, sehingga menimbulkan akibat hampir sama dengan limbah
rumah tangga, namun seringkali mengandung logam berat dengan konsentrasi lebih
tinggi. Limbah lumpur merupakan salah satu limbah yang mendominasi buangan ke
laut.
3) Limbah Industri
Limbah industri berasal dari bermacam-macam pabrik, termasuk
industri makanan dan minuman, penyulingan minyak, perhiasan logam, pabrik
baja/logam, pabrik kertas serta pabrik kimia organik maupun anorganik lainnya.
Beberapa diantaranya mengandung unsur yang sangat beracun, biasanya berupa
bahan yang asam, basa, logam berat, dan bahan organik yang beracun.
4) Limbah Pengerukan
Pengerukan, terutama untuk kegiatan navigasi dan pelabuhan,
merupakan aktivitas manusia yang terbesar dalam melimpahkan bahan-bahan buangan
ke dalam laut. Kebanyakan bahan kerukan (dredgespoils) diambil dari
daerah pelabuhan yang biasanya sudah sangat tercemar oleh sampah-sampah
pemukiman, bahan organik, dan sisa buangan industri termasuk logam berat dan
minyak. Di samping itu, limbah pengerukan menghasilkan masalah pengeruhan air
oleh karena padatan terlarut (suspended solid) yang dikandungnya.
5) Limbah Eksplorasi dan
Produksi Minyak
Kegiatan operasi indutri minyak lepas pantai mengakibatkan
beban pencemaran yang serius pada lokasi tertentu, mulai dari pencemaran panas,
kekeruhan akibat padatan terlarut, sampai dengan pencemaran panas, kekeruhan
akibat padatan terlarut, sampai dengan pencemaran kimiawi dari bahan organik
dan logam-logam berbahaya. Beberapa limbah yang berbahaya dihasilkan, seperti “drilling
mud” dan “cutting mud” yang sangat beracun, “produce water”(air
yang ikut terisap bersama minyak), “drill cutting”(buangan sisa
pengeboran), “drilling fluids”(cairan kimia untuk membantu proses
pengeboran), “flaring smoke”(asap pembakaran) sampai tumpahan minyak.
6) Tumpahan minyak
Tumpahan minyak, disengaja maupun tidak merupakan sumber
pencemaran yang sangat membahayakan. Tumpahan minyak ke laut dapat berasal dari
kapal tanker yang mengalami tabrakan atau kandas, atau dari proses yang disengaja
seperti pencucian tangki balas, transfer minyak antar kapal maupun kelalaian
awak kapal. Umumnya cemaran minyak dari kapal tanker berasal dari pembuangan
air tangki balas. Sebagai gambaran, untuk tanker berbobot 50.000 ton, buangan
air dari tangki balasnya mencapai 1.200 barel.
7) Limbah Radioaktif
Sisa bahan radioaktif umumnya sekarang banyak disimpan dalam
tempat-tempat penyimpanan di daratan. Beberapa diantaranya ditenggelamkan ke
dasar laut yang dalam. Dari kebocoran tempat-tempat penyimpanan inilah
kemungkinan akan terjadi pencemaran bahan radioaktif di laut.
8) Cemaran Panas
Kehidupan d laut umumnya sangat peka terhadap perubahan suhu
air. Suhu tinggi di laut dapat menyebabkan peneluran dini, migrasi ikan yang
tidak alami, penurunan oksigen terlarut, atau kematian binatang laut. Air
pendingin (Cooling water) dan effluent dari beberapa industri
dibuang ke lingkungan laut pada suhu yang tinggi daripada lingkungan laut itu
sendiri. Begitu juga dengan penggunaan air laut untuk pendingin pembangkit nuklir
yang meningkat dengan cepat. Satu unit pembangkit nuklir memerlukan sekitar 1
milyar gallon air per hari. Dan ini sangat berbahaya apabila tidak direncakan
dengan baik, termasuk air pendingin yang dikembalikan ke laut pada suhu lebih
tinggi 11-200C dibanding suhu air laut normal.
9) Sedimen
Sedimen membawa bahan dari daratan yang hanyut oleh air
sungai, dan sebagian besar mengendap di kawasan pesisir dan pantai. Limbah
jenis ini berbahaya bagi kehidupan laut, karena kekeruhan yang ditimbulkan
dapat menutupi insang atau elemen penyaring pada binatang yang makan dengan
cara menyaring air (organisme filter feeder, seperti misalnya
jenis kerang-kerangan).
10) Limbah padat
Limbah padat yang dibuang ke laut berupa sampah merupakan
salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah. Di Indonesia,
sampah yang dibuang ke laut sebenarnya cukup banyak dan pada saat ini sudah
pada kondisi yang memperhatinkan, terutama di perairan teluk Jakarta dan
beberapa perairan lainnya di Indonesia.
11) Limbah dari Kapal
Kegiatan operasional tersebut dapat berupa pembersihan
tangki-tangki baik secara rutin maupun untuk pengedokan, pembuangan kotoran
yang ada di saluran got kapal, pembuangan air balas, termasuk juga sampah dan
limbah minyak dari mesin kapal. Semua kapal yang beroperasi diwajibkan memiliki
penampung limbah.
12) Limbah Pertanian
Limbah pertanian dapat menimbulkan eutrofikasi yang
disebabkan karena akumulasi bahan-bahan organik seperti sisa tumbuhan yang
membusuk. Secara ekologis proses kekeruhan karena sedimentasi dapat menyebabkan
terganggunya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga kegiatan
fotosintesa plankton maupun organisme laut lainnya menjadi terhenti.
13) Pestisida
Pestisida adalah jenis-jenis bahan kimia yang digunakan
untuk memberantas hama, yang bervariasi jenisnya dan mempunyai sifat fisik dan
kimia yang berbeda-beda. Di antara jenis pestisida, insektisida organoklorin
dikenal sangat persisten, seperti DDT (dikloro difenil tukloroetana),
dieldrin, endrin, klordane dan heptaklor.
14) Cat Antifouling
Penggunaan cat anti organisme penempel (antifouling)
ternyata telah menimbulkan pencemaran logam berat yang serius di laut serta
sedimen di dekat dok dan tempat sandar kapal. Cat ini dirancang untuk secara
terus-menerus mengeluarkan racun untuk membunuh organisme penempel di dasar
kapal.
15) Limbah Perikanan
Potensi sumber daya ikan yang berlimpah menjadikan banyak tumbuh
industri pengolahan ikan, mulai dari skala kecil sampai industri dengan skala yang
besar. Di Indonesia, aktivitas penangkapan ikan dengan bahan peledak atau racun
kimia mengakibatkan beban pencemaran laut yang semakin tinggi dan potensi
berkurangnya produksi ikan di beberapa daerah.
Sifat fisik minyak yang mempengaruhi kelakuan minyak di laut
dan pemulihannya, yang penting adalah densitas, viskositas, titik ubah (pour point), dan kelarutan air.
a) Densitas
Densitas diekspresikan sebagai specific gravity dan American
Petroleum Institute (API) gravity.
Specific gravity adalah rasio berat massa minyak dan berat massa air pada
temperatur tertentu. API gravity
dinyatakan dalam angka 10° pada air murni 10°C. API gravity dapat dihitung dari specific
gravity menggunakan formula: AP Gravity
(o) = (141,5/Specific Gravity 10o
C) – 131,5 (Xueqing et al., 2001). Minyak mentah mempunyai specific gravity dalam rentang 0.79 -1.00 (setara dengan API 10 –
48). Densitas minyak adalah penting untuk memprediksi kelakuan minyak di air.
b) Viskositas
Viskositas adalah sifat yang menunjukkan ketahanan dalam
perubahan bentuk dan pergerakan. Viskositas rendah berarti mudah mengalir.
Faktor viskositas adalah komposisi minyak dan temperatur. Viskositas ini adalah
penting untuk memprediksi penyebaran minyak di air.
c) Titik
Ubah
Titik ubah adalah tingkat temperatur yang mengubah minyak
menjadi memadat atau berhenti mengalir. Titik ubah minyak mentah bervariasi
antara –57°C sampai 32°C. Tititk ubah ini penting untuk prediksi kelakuan
minyak di air dan penetapan strategi pembersihan lingkungan.
d) Kelarutan
Air
Kelarutan minyak dalam air rendah adalah sekitar 30 mg/L dan
tergantung kepada komposisi kimia dan temperatur. Besaran kelarutan itu dicapai
oleh minyak aromatik dengan berat molekul kecil seperti benzene, toluene,
ethylbenzene, dan xylene (BTEX). Sifat kelarutan ini adalah penting untuk
prediksi kelakuan minyak di air, proses bioremediasi, dan ekotoksisitas minyak.
Karakteristik kimia minyak adalah berbeda untuk minyak
mentah dan minyak olahan. Senyawa baru dapat muncul dalam minyak olahan, yang
dihasilkan dari proses pengolahan minyak mentah. Minyak mentah mengandung
senyawa hidrokarbon sekitar 50–98 % dan selebihnya senyawa non-hidrokarbon
(sulfur, nitrogen, oxygen, dan beberapa logam berat) (Leahy and Colwell, 1990).
Selanjutnya minyak diklasifikasikan berdasarkan kelarutan dalam pelarut organik,
yaitu:
I. Hidrokarbon
jenuh
Termasuk dalam kelas ini adalah alkana dengan struktur
CnH2n+2 (aliphatics) dan CnH2n (alicyclics), dimana n > 40. Hidrokarbon
jenuh ini merupakan kandungan terbanyak dalam minyak mentah.
II. Hidrokarbon
aromatik
Termasuk dalam kelas ini adalah monocyclic aromatics (BTEX)
dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene, dan
phenanthrene). PAHs bersifat karsinogen, atau dapat ditransformasi oleh mikroba
menjadi senyawa karsinogen, sehingga menjadi senyawa penting dalam penjagaan
kualitas lingkungan.
III. Resin
Termasuk di sini adalah senyawa polar berkandungan nitrogen,
sulfur, oksigen (pyridines dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai
senyawa NSO.
IV. Asphalt
Termasuk di sini adalah senyawa dengan berat molekul besar
dan logam berat nickel, vanadium, dan besi. Tentu saja variasi komposisi minyak
mentah adalah berbeda di berbagai tempat, itulah sebabnya teknologi remediasi
bersifat site-specific.
Minyak olahan seperti gasoline, kerosene, minyak jet, dan
lubricant adalah produk olahan minyak mentah melalui proses catalytic cracking
dan fractional distillation. Sebagai hasil olahan, minyak olahan mempunyai
sifat fisik kimia berbeda dengan minyak mentah. Minyak olahan mempunyai
kandungan minyak mentah dan senyawa hidrokarbon tak jenuh seperti olefins
(alkenes dan cycloalkenes) dari proses catalytic cracking. Kandungan olefins
adalah cukup besar sampai 30% dalam gasoline dan sekitar 1% dalam jet fuel (NAS,
1985).
Menurut
Pertamina (2002), Pencemaran minyak di laut berasal dari :
1.
Ladang Minyak Bawah Laut;
2.
Operasi Kapal Tanker;
3.
Docking (Perbaikan/Perawatan Kapal);
4.
Terminal Bongkar Muat Tengah Laut;
5.
Tanki Balas dan Tanki Bahan Bakar;
6.
Scrapping (pemotongan badan kapal
untuk menjadi besi tua);
7.
Kecelakaan Tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan);
8.
Sumber di Darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon
( perkantoran & industri );
9.
Tempat Pembersihan (dari limbah pembuangan Refinery).
2.2.
Dampak Pencemaran Minyak Di Laut
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan
mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak
tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir
dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik
berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota
laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya
dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas
bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada
tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004). Sumadhiharga
(1995) dalam Misran (2002) memaparkan bahwa dampak-dampak yang disebabkan oleh
pencemaran minyak di laut adalah akibat jangka pendek dan akibat jangka
panjang.
1.
Akibat jangka pendek
Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota
laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke
dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak,
sehingga menurun mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan
karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung
oleh bahan berbahaya.
2. Akibat jangka panjang
Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut
dapat termakan oleh biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan
bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa
lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke
organisma lain melalui rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di dalam
zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila ikan
tersebut dimakan ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya, dan bahkan
manusia.
Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak mentah
dengan susunannya yang kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu
kesuburan lumpur di dasar laut. Ikan yang hidup di sekeliling laut akan
tercemar atau mati dan banyak pula yang bermigrasi ke daerah lain. Minyak yang
tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi sinar matahari masuk sampai
ke lapisan air dimana ikan berdiam. Menurut Fakhrudin (2004), lapisan minyak
juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan
oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk
kehidupan laut yang aerob.
Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengarungi
pertumbuhan rumput laut, lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada
permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan
tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan menghambat terjadinya proses
fotosintesis karena lapisan minyak di permukaan laut akan menghalangi masuknya
sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai makanan yang berawal
pada phytoplankton akan terputus Jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan
menutupi substrat, selain akan mematikan organisme benthos juga akan terjadi
perbusukan akar pada tumbuhan laut yang ada.
Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove.
Minyak tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi
dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga
kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang
cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan
kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan
kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutam mangrove seperti
moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.
Bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa minyak yang
terperangkap di dalam habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama
20 tahun setelah pencemaran terjadi. Komunitas dominan species Rhizophora
mungkin bisa membutuhkan waktu sekitar 8 (delapan ) tahun untuk mengembalikan
kondisinya seperti semula (O’Sullivan & Jacques, 2001 ).
Ekosistim terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh
pencemaran minyak. Menurut O’Sullivan & Jacques (2001), jika terjadi kontak
secara langsung antara terumbu karang dengan minyak maka akan terjadi kematian
terumbu karang yang meluas. Akibat jangka panjang yang paling potensial dan
paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung laut
merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat
terpengaruh akibat tumpahan minyak . Akibat yang paling nyata pada burung laut
adalah terjadinya penyakit fisik (Pertamina, 2002). Minyak yang mengapung
terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di
atas permukaan air, seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah
subtropik), burung camar dan guillemot ( jenis burung laut kutub).
Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut,
maka timbullah upaya-upaya untuk pencegahan dan penanggulangan bahaya tersebut
oleh negara-negara di dunia. Diakui bahwa prosedur penanggulangan seperti:
pemberitahuan bencana, evaluasi strategi penanggulangan, partisipasi unsur
terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan
kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada kepentingan
masyarakat menjadi poin utama dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran
minyak. Untuk melakukan hal tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan
yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan dan aspek koordinasi.
Sejak September 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan
memulai Gerakan Bersih pantai dan Laut (GBPL). Gerakan ini bertujuan untuk
mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan laut yang biru dan pantai
yang bersih pada lokasi yang telah mengalami pencemaran. Dengan gerakan ini
diharapkan bukan hanya didukung oleh pemerintah dan masyarakat, namun juga
didukung oleh para pengusaha minyak dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia.
2.3.
Cara Mengatasi Pencemaran Minyak Di Laut
Sebelum upaya penanggulangan tumpahan minyak dilakukan, maka
tindakan pertama yang diambil adalah melakukan pemantauan tumpahan yang terjadi
guna mengetahui secara pasti jumlah minyak yang lepas ke lautan serta kondisi
tumpahan, misalnya terbentuknya emulsi.
Ada dua jenis upaya yang dilakukan yaitu dengan pengamatan
secara visual dan penginderaan jauh (remote
sensing). Karena ada keterbatasan pada masing-masing teknik tersebut,
seringkali digunakan kombinasi beberapa teknik. Pengamatan visual melalui
pesawat merupakan teknik yang reliable,
namun sering terjadi pada peristiwa tumpahan minyak yang besar dengan
melibatkan banyak pengamat, laporan yang diberikan sangat bervariasi.
Ada beberapa faktor yang membuat pemantauan dengan teknik
ini menjadi kurang dapat dipercaya seperti pada tumpahan jenis minyak yang
sangat ringan akan segera mengalami penyebaran (spreading) dan menjadi lapisan sangat tipis. Pada kondisi
pencahayaan ideal akan terlihat warna terang atau pelangi. Namun, seringkali
penampakan lapisan ini sangat bervariasi tergantung jumlah cahaya matahari,
sudut pengamatan dan permukaan laut. Karenanya, pengamatan ketebalan minyak
berdasarkan warna slick kurang bisa dipercaya. Faktor lainnya adalah kondisi lingkungan
setempat dan prediksi coverage area.
Cara kedua dengan menggunakan metode penginderaan jarak jauh
yang dilakukan dengan berbagai macam teknik seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR) yang telah digunakan secara
luas. SLAR memiliki keuntungan yaitu bisa dioperasikan segala waktu dan segala
cuaca, menjangkau wilayah yang lebih luas dengan hasil penginderaan lebih
detail dengan kekontrasan tinggi dan bisa ditransmisikan. Sayangnya teknik ini
hanya bisa mendeteksi laisan minyak yang tebal dan tidak bisa mendeteksi minyak
yang berada dibawah air dan kondisi laut sangat tenang. Selain SLAR digunakan
pula teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner dan
LANDSAT Satellite System. Berbagai
teknik ini digunakan besama guna menghasilkan informasi yang akurat dan cepat.
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi
dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika
biasanya dilakukan pada langkah awal yaitu dengan mengisolasi secara cepat
sebelum tumpahan minyak menyebar kemana-mana. Metode fisika yang dapat
digunakan ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil
skimmer. Oil Skimmer adalah alat
yang digunakan untuk memisahkan partikel cair yang berada diatas cairan lain
atau cairan yang mengambang dikarenakan cairan tersebut tidak homogen dan yang
sering kita temui adalah cairan minyak yang mengambang di atas cairan air dan
sering juga disebut oil separator. Alat ini cukup efektif untuk memisahkan
minyak dengan air dimana jenis dari oil
skimmer ini bermacam – macam. Di banyak industri manufaktur, alat ini
digunakan untuk memisahkan kandungan oli yang tercampur dalam cairan pendingin
(coolant) baik pada proses heat treatment, cutting, grinding dan
milling dimana oli ini biasanya mengalir dari slide, gear dan bagian
mesin lain yang membutuhkan pelumasan. Akibat dari kandungan oli yang tercampur
dalam coolant menyebabkan coolant tidak berfungsi dengan optimal
sehingga perlu dipisahkan oli dari cairan coolant.
Oil
Skimmer
juga sering digunakan untuk mengangkat tumpahan minyak dilaut akibat kapal
tanker yang bocor atau yang lainnya. Di Industri perhotelan atau di restoran
biasanya minyak nabati sisa – sisa proses memasak biasanya juga perlu
dipisahkan agar tidak menyumbat saluran air atau yang sering dilakukan adalah
untuk menurunkan biaya proses treatment (WWT) agar tidak terjadi pencemaran
lingkungan. Pemakaian jenis oil skimmer
biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan sebagai parameter yang sering dipakai
dalam menentukan jenis oil skimmer ada
beberapa yaitu jenis minyak yang tercampur dalam air, lokasi kerja dari oil skimmer (in door, out door, statis, atau bergerak seperti dilaut),
temperatur cairan, persentase oil terhadap cairan yang dipisahkan, kapasitas
dari oil skimmer, fungsi pemisahan
apakah untuk mesin dikolam atau dilaut.
Ada beberapa cara kerja dari alat oil skimmer, dengan cara gravitasi, dimana minyak mengapung ke atas
oil skimmer dan didorong oleh skimmer
ke dalam wadah penyimpanan. Sementara ada juga yang menggunakan belt dan sering dinamakan belt skimmer, dimana bahan material juga
ada beberapa yang berbahan dasar plastik dan logam. Namun masih banyak lagi
dengan menggunakan metoda lain seperti menggunakan roda, atau memutar drum yang
dilapisi zat yang menarik minyak dari air yang terkontaminasi sering disebut
drum oil skimmer, menggunakan pompa
centrifugal yang mengambang diatas permukaan air, jenis ini dinamakan floating oil skimmer, menggunakan tali atau disebut dengan rope oil skimmer, menggunakan pipa dan
sebagainya. Sedangkan untuk didunia industri, pemisahan oli terhadap minyak
biasanya disertai dengan material padat sepereti pada proses cutting dan grinding sehingga mulai dikembangkan metode pemisahan dengan
menggunakan bucket sehingga minyak dan padatan hasil proses grinding dan cutting bisa dipisahkan sekaligus dari cairan coolant.
BAB III. PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kasus pencemaran air laut akibat dari pengeboran Indusri
minyak ditengah laut, tumpahan minyak, kebocoran kapal tanker dan lain-lain.
Sehingga dapat berpengaruh pada beberapa sektor, diantaranya lingkungan pantai
dan laut, ekosistem biota pantai dan laut, dan mengganggu aktivitas nelayan
sehingga mempengaruhi kesejahteraan mereka. Pengaruh-pengaruh tersebut antara
lain dapat mengubah karakteristik populasi spesies dan struktur ekologi
komunitas laut, dapat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan serta
reproduksi organisme laut, bahkan dapat menimbulkan kematian pada organisme
laut. Salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran minyak di laut yaitu dengan menggunakan metode Oil Skimmer.
3.2.
Saran
Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat
ini apabila tidak di sertai dengan program pengelolaan air yang baik akan
mengakibatkan kerusakan ekosistem yang ada dalam hal ini adalah air, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah yang
berasal dari kegiatan industri adalah penyebab terjadinya pencemaran air. Oleh
karena itu, kita semua perlu menjaga kealamian laut agar tidak tercemar.
DAFTAR PUSTAKA
Fakhrudin,
2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota
Laut. Career Development Network. Jakarta: Faculty or Engineering
University of Indonesia.
Farb,
Peter, dkk. 1980. Ekologi. Pustaka
Life. Jakarta: Tira Jakarta.
Leahy,
J.G. and Colwell, R.R. 1990. Microbial
Degradation of Hydrocarbons in the Environment. Applied and Environmental
Microbiology, 54, 305-315.
Misran, E.
2002. Aplikasi Teknologi Berbasiskan
Membran dalam Bidang Bioteknologi Kelautan: Pengendalian Pencemaran. Medan,
USU Digital Library: P. 1 – 17.
O’Sullivan A.J. and T.G.
Jacques. 2001. Impact reference System –
Effects of Oil in the Marine Environment: Impact of Hydrocarbons on Fauna and
Flora. Internet Edition. Brussel: European Commission Directorate General
Environment Civil Protection and Enviromental Accident, Belgium.
Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
Pertamina. 2002. Basic Safety Training, Diklat khusus
Dit. PKK Pertamina. Jakarta: Pertamina.
Pramudianto, Bambang. 1999. Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan
Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut. Bandung: Jurusan
Teknologi Lingkungan ITB.
Siahaan, N.H.T, 1989. Pencemaran Laut dan kerugian yang
Ditimbulkan (I), dalam Harian Angkatan Bersenjata. Jakarta: 8 Juni 1989.
Sumadhiharga,
K. 1995. Zat-Zat yang Menyebabkan
Pencemaran di Laut. Jurnal Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh
Indonesia: Lingkungan dan Pembangunan. 15(4): 376 – 387.