Wednesday, 24 January 2018

Oil Skimmer untuk Pencemaran Minyak di Laut

PENCEMARAN DAN PENGELOLAAN LIMBAH

“MENGURANGI PENCEMARAN MINYAK DI LAUT DENGAN METODE OIL SKIMMER








Oleh
Za’im Robithin Az-Zihny
(G1F115212)







PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Pencemaran Minyak Di Laut” ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada dosen pengampu matakuliah yang telah memberikan bimbingan serta arahan dan terimakasih pula untuk teman-teman sekalian yang telah terlibat dalam membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah yang akan datang.



Banjarbaru,  Januari 2018


Za’im Robithin Az-Zihny









DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................              i
DAFTAR ISI...............................................................................................             ii
BAB I.  PENDAHULUAN........................................................................             1
1.1.       Latar Belakang............................................................................             1
1.2.       Rumusan Masalah........................................................................             2
1.3.       Tujuan dan Manfaat....................................................................             2
BAB II.  PEMBAHASAN..........................................................................             3
2.1. Karakteristik Minyak dan Macam-Macam Minyak Penyebab
Pencemaran di Laut.......................................................................             3
2.2. Dampak Pencemaran Minyak di Laut............................................             8
2.3. Cara Mengatasi Pencemaran Minyak di Laut................................           11
BAB III. PENUTUP...................................................................................           14
3.1. Kesimpulan....................................................................................           14
3.2. Saran..............................................................................................           14
DAFTAR PUSTAKA














BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pencemaran dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian masyarakat luas, karena akibatnya sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak lingkungan hidup di sekitar pantai tersebut. Pencemaran minyak semakin banyak terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan minyak untuk industri yang harus diangkut dari sumbernya, yang cukup jauh, meningkatnya jumlah anjungan anjungan pengeboran minyak lepas pantai dan juga karena semakin meningkatnya transportasi laut.
PP Nomor 19 Tahun 1999, pencemaran laut diartikan sebagai masuknya/ dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Pramudianto, 1999). Sedangkan Konvensi Hukum Laut III (United Nations Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III) mengartikan bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara sungai (estuari) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merusak sumber daya hayati laut (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, menurunkan kualitas air laut dan mutu kegunaan serta manfaatnya (Siahaan, 1989 dalam Misran, 2002).









1.2. Rumusan Masalah
Minyak yang membuat polusi dan pencemaran di laut yang berakibatkan fatal terhadap lingkungan laut dan ekosistem di sekitar laut, serta keterkaitan minyak yang menyebabkan polusi yang menjadi sumber dari pencemaran di laut.

1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dalam pembuatan karya tulis ini adalah :
  1. Memenuhi tugas matakuliah Pencemaran dan Pengelolaan Limbah.
  2. Sebagai tambahan materi, tambahan pengetahuan saya untuk mempelajari materi ini.
Manfaat dalam pembuatan karya tulis ini adalah :
  1. Mengetahui betapa pentingnya ekosistem laut.
  2. Mengetahui tentang pencemaran di laut yang sangat merugikan.
  3. Mengetahui cara mengurangi pencemaran minyak di laut dengan metode oil skimmer.




















BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Sumber Pencemaran Minyak di Laut
Ada banyak sumber dari pencemaran laut, namun sumber utama pencemaran laut adalah berasal dari tumpahan minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai maupun akibat kecelakaan kapal. Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian dari masyarakat luas, karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Adapun beberapa penyebab terjadinya pencemaran minyak di laut, diantaranya :
1) Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga masuk ke perairan laut secara langsung dari outfall di pinggir pantai, dari sungai yang bermuara di laut dan dari aliran sungai. Penanganan limbah domestik lebih sulit untuk dikendalikan karena sumbernya yang menyebar.
2) Limbah Lumpur
Limbah lumpur tersusun oleh padatan yang terpisah dari limbah rumah tangga, sehingga menimbulkan akibat hampir sama dengan limbah rumah tangga, namun seringkali mengandung logam berat dengan konsentrasi lebih tinggi. Limbah lumpur merupakan salah satu limbah yang mendominasi buangan ke laut.
3) Limbah Industri
Limbah industri berasal dari bermacam-macam pabrik, termasuk industri makanan dan minuman, penyulingan minyak, perhiasan logam, pabrik baja/logam, pabrik kertas serta pabrik kimia organik maupun anorganik lainnya. Beberapa diantaranya mengandung unsur yang sangat beracun, biasanya berupa bahan yang asam, basa, logam berat, dan bahan organik yang beracun.
4) Limbah Pengerukan
Pengerukan, terutama untuk kegiatan navigasi dan pelabuhan, merupakan aktivitas manusia yang terbesar dalam melimpahkan bahan-bahan buangan ke dalam laut. Kebanyakan bahan kerukan (dredgespoils) diambil dari daerah pelabuhan yang biasanya sudah sangat tercemar oleh sampah-sampah pemukiman, bahan organik, dan sisa buangan industri termasuk logam berat dan minyak. Di samping itu, limbah pengerukan menghasilkan masalah pengeruhan air oleh karena padatan terlarut (suspended solid) yang dikandungnya.
5) Limbah Eksplorasi dan Produksi Minyak
Kegiatan operasi indutri minyak lepas pantai mengakibatkan beban pencemaran yang serius pada lokasi tertentu, mulai dari pencemaran panas, kekeruhan akibat padatan terlarut, sampai dengan pencemaran panas, kekeruhan akibat padatan terlarut, sampai dengan pencemaran kimiawi dari bahan organik dan logam-logam berbahaya. Beberapa limbah yang berbahaya dihasilkan, seperti “drilling mud” dan “cutting mud” yang sangat beracun, “produce water”(air yang ikut terisap bersama minyak), “drill cutting”(buangan sisa pengeboran), “drilling fluids”(cairan kimia untuk membantu proses pengeboran), “flaring smoke”(asap pembakaran) sampai tumpahan minyak.
6) Tumpahan minyak
Tumpahan minyak, disengaja maupun tidak merupakan sumber pencemaran yang sangat membahayakan. Tumpahan minyak ke laut dapat berasal dari kapal tanker yang mengalami tabrakan atau kandas, atau dari proses yang disengaja seperti pencucian tangki balas, transfer minyak antar kapal maupun kelalaian awak kapal. Umumnya cemaran minyak dari kapal tanker berasal dari pembuangan air tangki balas. Sebagai gambaran, untuk tanker berbobot 50.000 ton, buangan air dari tangki balasnya mencapai 1.200 barel.
7) Limbah Radioaktif
Sisa bahan radioaktif umumnya sekarang banyak disimpan dalam tempat-tempat penyimpanan di daratan. Beberapa diantaranya ditenggelamkan ke dasar laut yang dalam. Dari kebocoran tempat-tempat penyimpanan inilah kemungkinan akan terjadi pencemaran bahan radioaktif di laut.
8) Cemaran Panas
Kehidupan d laut umumnya sangat peka terhadap perubahan suhu air. Suhu tinggi di laut dapat menyebabkan peneluran dini, migrasi ikan yang tidak alami, penurunan oksigen terlarut, atau kematian binatang laut. Air pendingin (Cooling water) dan effluent dari beberapa industri dibuang ke lingkungan laut pada suhu yang tinggi daripada lingkungan laut itu sendiri. Begitu juga dengan penggunaan air laut untuk pendingin pembangkit nuklir yang meningkat dengan cepat. Satu unit pembangkit nuklir memerlukan sekitar 1 milyar gallon air per hari. Dan ini sangat berbahaya apabila tidak direncakan dengan baik, termasuk air pendingin yang dikembalikan ke laut pada suhu lebih tinggi 11-200C dibanding suhu air laut normal.
9) Sedimen
Sedimen membawa bahan dari daratan yang hanyut oleh air sungai, dan sebagian besar mengendap di kawasan pesisir dan pantai. Limbah jenis ini berbahaya bagi kehidupan laut, karena kekeruhan yang ditimbulkan dapat menutupi insang atau elemen penyaring pada binatang yang makan dengan cara menyaring air (organisme filter feeder, seperti misalnya jenis kerang-kerangan).
10) Limbah padat
Limbah padat yang dibuang ke laut berupa sampah merupakan salah satu bahan utama yang terkandung dalam buangan limbah. Di Indonesia, sampah yang dibuang ke laut sebenarnya cukup banyak dan pada saat ini sudah pada kondisi yang memperhatinkan, terutama di perairan teluk Jakarta dan beberapa perairan lainnya di Indonesia.
11) Limbah dari Kapal
Kegiatan operasional tersebut dapat berupa pembersihan tangki-tangki baik secara rutin maupun untuk pengedokan, pembuangan kotoran yang ada di saluran got kapal, pembuangan air balas, termasuk juga sampah dan limbah minyak dari mesin kapal. Semua kapal yang beroperasi diwajibkan memiliki penampung limbah.
12) Limbah Pertanian
Limbah pertanian dapat menimbulkan eutrofikasi yang disebabkan karena akumulasi bahan-bahan organik seperti sisa tumbuhan yang membusuk. Secara ekologis proses kekeruhan karena sedimentasi dapat menyebabkan terganggunya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga kegiatan fotosintesa plankton maupun organisme laut lainnya menjadi terhenti.
13) Pestisida
Pestisida adalah jenis-jenis bahan kimia yang digunakan untuk memberantas hama, yang bervariasi jenisnya dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda. Di antara jenis pestisida, insektisida organoklorin dikenal sangat persisten, seperti DDT (dikloro difenil tukloroetana), dieldrin, endrin, klordane dan heptaklor.
14) Cat Antifouling
Penggunaan cat anti organisme penempel (antifouling) ternyata telah menimbulkan pencemaran logam berat yang serius di laut serta sedimen di dekat dok dan tempat sandar kapal. Cat ini dirancang untuk secara terus-menerus mengeluarkan racun untuk membunuh organisme penempel di dasar kapal.
15) Limbah Perikanan
Potensi sumber daya ikan yang berlimpah menjadikan banyak tumbuh industri pengolahan ikan, mulai dari skala kecil sampai industri dengan skala yang besar. Di Indonesia, aktivitas penangkapan ikan dengan bahan peledak atau racun kimia mengakibatkan beban pencemaran laut yang semakin tinggi dan potensi berkurangnya produksi ikan di beberapa daerah.
Sifat fisik minyak yang mempengaruhi kelakuan minyak di laut dan pemulihannya, yang penting adalah densitas, viskositas, titik ubah (pour point), dan kelarutan air.
a) Densitas
Densitas diekspresikan sebagai specific gravity dan American Petroleum Institute (API) gravity. Specific gravity adalah rasio berat massa minyak dan berat massa air pada temperatur tertentu. API gravity dinyatakan dalam angka 10° pada air murni 10°C. API gravity dapat dihitung dari specific gravity menggunakan formula: AP Gravity (o) = (141,5/Specific Gravity 10o C) – 131,5 (Xueqing et al., 2001). Minyak mentah mempunyai specific gravity dalam rentang 0.79 -1.00 (setara dengan API 10 – 48). Densitas minyak adalah penting untuk memprediksi kelakuan minyak di air.
b) Viskositas
Viskositas adalah sifat yang menunjukkan ketahanan dalam perubahan bentuk dan pergerakan. Viskositas rendah berarti mudah mengalir. Faktor viskositas adalah komposisi minyak dan temperatur. Viskositas ini adalah penting untuk memprediksi penyebaran minyak di air.
c) Titik Ubah
Titik ubah adalah tingkat temperatur yang mengubah minyak menjadi memadat atau berhenti mengalir. Titik ubah minyak mentah bervariasi antara –57°C sampai 32°C. Tititk ubah ini penting untuk prediksi kelakuan minyak di air dan penetapan strategi pembersihan lingkungan.
d) Kelarutan Air
Kelarutan minyak dalam air rendah adalah sekitar 30 mg/L dan tergantung kepada komposisi kimia dan temperatur. Besaran kelarutan itu dicapai oleh minyak aromatik dengan berat molekul kecil seperti benzene, toluene, ethylbenzene, dan xylene (BTEX). Sifat kelarutan ini adalah penting untuk prediksi kelakuan minyak di air, proses bioremediasi, dan ekotoksisitas minyak.
Karakteristik kimia minyak adalah berbeda untuk minyak mentah dan minyak olahan. Senyawa baru dapat muncul dalam minyak olahan, yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak mentah. Minyak mentah mengandung senyawa hidrokarbon sekitar 50–98 % dan selebihnya senyawa non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen, oxygen, dan beberapa logam berat) (Leahy and Colwell, 1990). Selanjutnya minyak diklasifikasikan berdasarkan kelarutan dalam pelarut organik, yaitu:
I. Hidrokarbon jenuh
Termasuk dalam kelas ini adalah alkana dengan struktur CnH2n+2 (aliphatics) dan CnH2n (alicyclics), dimana n > 40. Hidrokarbon jenuh ini merupakan kandungan terbanyak dalam minyak mentah.
II. Hidrokarbon aromatik
Termasuk dalam kelas ini adalah monocyclic aromatics (BTEX) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene, dan phenanthrene). PAHs bersifat karsinogen, atau dapat ditransformasi oleh mikroba menjadi senyawa karsinogen, sehingga menjadi senyawa penting dalam penjagaan kualitas lingkungan.
III. Resin
Termasuk di sini adalah senyawa polar berkandungan nitrogen, sulfur, oksigen (pyridines dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai senyawa NSO.
IV. Asphalt
Termasuk di sini adalah senyawa dengan berat molekul besar dan logam berat nickel, vanadium, dan besi. Tentu saja variasi komposisi minyak mentah adalah berbeda di berbagai tempat, itulah sebabnya teknologi remediasi bersifat site-specific.
Minyak olahan seperti gasoline, kerosene, minyak jet, dan lubricant adalah produk olahan minyak mentah melalui proses catalytic cracking dan fractional distillation. Sebagai hasil olahan, minyak olahan mempunyai sifat fisik kimia berbeda dengan minyak mentah. Minyak olahan mempunyai kandungan minyak mentah dan senyawa hidrokarbon tak jenuh seperti olefins (alkenes dan cycloalkenes) dari proses catalytic cracking. Kandungan olefins adalah cukup besar sampai 30% dalam gasoline dan sekitar 1% dalam jet fuel (NAS, 1985).
Menurut Pertamina (2002), Pencemaran minyak di laut berasal dari :
1. Ladang Minyak Bawah Laut;
2. Operasi Kapal Tanker;
3. Docking (Perbaikan/Perawatan Kapal);
4. Terminal Bongkar Muat Tengah Laut;
5. Tanki Balas dan Tanki Bahan Bakar;
6. Scrapping (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua);
7. Kecelakaan Tanker (kebocoran lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan);
8. Sumber di Darat (minyak pelumas bekas, atau cairan yang mengandung hydrocarbon ( perkantoran & industri );
9. Tempat Pembersihan (dari limbah pembuangan Refinery).

2.2. Dampak Pencemaran Minyak Di Laut
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan, dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar (Fakhrudin, 2004). Sumadhiharga (1995) dalam Misran (2002) memaparkan bahwa dampak-dampak yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut adalah akibat jangka pendek dan akibat jangka panjang.
1. Akibat jangka pendek
Molekul hidrokarbon minyak dapat merusak membran sel biota laut, mengakibatkan keluarnya cairan sel dan berpenetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan berbau minyak, sehingga menurun mutunya. Secara langsung minyak menyebabkan kematian pada ikan karena kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya.
2. Akibat jangka panjang
Lebih banyak mengancam biota muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersama-sama makanan, sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisma satu ke organisma lain melalui rantai makanan. Jadi, akumulasi minyak di dalam zooplankton dapat berpindah ke ikan pemangsanya. Demikian seterusnya bila ikan tersebut dimakan ikan yang lebih besar, hewan-hewan laut lainnya, dan bahkan manusia.
Secara tidak langsung, pencemaran laut akibat minyak mentah dengan susunannya yang kompleks dapat membinasakan kekayaan laut dan mengganggu kesuburan lumpur di dasar laut. Ikan yang hidup di sekeliling laut akan tercemar atau mati dan banyak pula yang bermigrasi ke daerah lain. Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi sinar matahari masuk sampai ke lapisan air dimana ikan berdiam. Menurut Fakhrudin (2004), lapisan minyak juga akan menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob.
Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengarungi pertumbuhan rumput laut, lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada permukaan daunnya, karena dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu juga akan menghambat terjadinya proses fotosintesis karena lapisan minyak di permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai makanan yang berawal pada phytoplankton akan terputus Jika lapisan minyak tersebut tenggelam dan menutupi substrat, selain akan mematikan organisme benthos juga akan terjadi perbusukan akar pada tumbuhan laut yang ada.
Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup berasosiasi dengan hutam mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.
Bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa minyak yang terperangkap di dalam habitat berlumpur tetap mempunyai pengaruh racun selama 20 tahun setelah pencemaran terjadi. Komunitas dominan species Rhizophora mungkin bisa membutuhkan waktu sekitar 8 (delapan ) tahun untuk mengembalikan kondisinya seperti semula (O’Sullivan & Jacques, 2001 ).
Ekosistim terumbu karang juga tidak luput dari pengaruh pencemaran minyak. Menurut O’Sullivan & Jacques (2001), jika terjadi kontak secara langsung antara terumbu karang dengan minyak maka akan terjadi kematian terumbu karang yang meluas. Akibat jangka panjang yang paling potensial dan paling berbahaya adalah jika minyak masuk ke dalam sedimen. Burung laut merupakan komponen kehidupan pantai yang langsung dapat dilihat dan sangat terpengaruh akibat tumpahan minyak . Akibat yang paling nyata pada burung laut adalah terjadinya penyakit fisik (Pertamina, 2002). Minyak yang mengapung terutama sekali amat berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang di atas permukaan air, seperti auk (sejenis burung laut yang hidup di daerah subtropik), burung camar dan guillemot ( jenis burung laut kutub).
Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut, maka timbullah upaya-upaya untuk pencegahan dan penanggulangan bahaya tersebut oleh negara-negara di dunia. Diakui bahwa prosedur penanggulangan seperti: pemberitahuan bencana, evaluasi strategi penanggulangan, partisipasi unsur terkait termasuk masyarakat, teknis penanggulangan, komunikasi, koordinasi dan kesungguhan untuk melindungi laut dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat menjadi poin utama dalam pencegahan dan penanggulangan pencemaran minyak. Untuk melakukan hal tersebut, tiga hal yang dapat dijadikan landasan yaitu aspek legalitas, aspek perlengkapan dan aspek koordinasi.
Sejak September 2003 Departemen Kelautan dan Perikanan memulai Gerakan Bersih pantai dan Laut (GBPL). Gerakan ini bertujuan untuk mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan laut yang biru dan pantai yang bersih pada lokasi yang telah mengalami pencemaran. Dengan gerakan ini diharapkan bukan hanya didukung oleh pemerintah dan masyarakat, namun juga didukung oleh para pengusaha minyak dan gas bumi yang beroperasi di Indonesia.

2.3. Cara Mengatasi Pencemaran Minyak Di Laut
Sebelum upaya penanggulangan tumpahan minyak dilakukan, maka tindakan pertama yang diambil adalah melakukan pemantauan tumpahan yang terjadi guna mengetahui secara pasti jumlah minyak yang lepas ke lautan serta kondisi tumpahan, misalnya terbentuknya emulsi.
Ada dua jenis upaya yang dilakukan yaitu dengan pengamatan secara visual dan penginderaan jauh (remote sensing). Karena ada keterbatasan pada masing-masing teknik tersebut, seringkali digunakan kombinasi beberapa teknik. Pengamatan visual melalui pesawat merupakan teknik yang reliable, namun sering terjadi pada peristiwa tumpahan minyak yang besar dengan melibatkan banyak pengamat, laporan yang diberikan sangat bervariasi.
Ada beberapa faktor yang membuat pemantauan dengan teknik ini menjadi kurang dapat dipercaya seperti pada tumpahan jenis minyak yang sangat ringan akan segera mengalami penyebaran (spreading) dan menjadi lapisan sangat tipis. Pada kondisi pencahayaan ideal akan terlihat warna terang atau pelangi. Namun, seringkali penampakan lapisan ini sangat bervariasi tergantung jumlah cahaya matahari, sudut pengamatan dan permukaan laut. Karenanya, pengamatan ketebalan minyak berdasarkan warna slick kurang bisa dipercaya. Faktor lainnya adalah kondisi lingkungan setempat dan prediksi coverage area.
Cara kedua dengan menggunakan metode penginderaan jarak jauh yang dilakukan dengan berbagai macam teknik seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR) yang telah digunakan secara luas. SLAR memiliki keuntungan yaitu bisa dioperasikan segala waktu dan segala cuaca, menjangkau wilayah yang lebih luas dengan hasil penginderaan lebih detail dengan kekontrasan tinggi dan bisa ditransmisikan. Sayangnya teknik ini hanya bisa mendeteksi laisan minyak yang tebal dan tidak bisa mendeteksi minyak yang berada dibawah air dan kondisi laut sangat tenang. Selain SLAR digunakan pula teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner dan LANDSAT Satellite System. Berbagai teknik ini digunakan besama guna menghasilkan informasi yang akurat dan cepat.
Penanganan kondisi lingkungan yang tercemari minyak bumi dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika biasanya dilakukan pada langkah awal yaitu dengan mengisolasi secara cepat sebelum tumpahan minyak menyebar kemana-mana. Metode fisika yang dapat digunakan ialah dengan mengambil kembali minyak bumi yang tumpah dengan oil skimmer. Oil Skimmer adalah alat yang digunakan untuk memisahkan partikel cair yang berada diatas cairan lain atau cairan yang mengambang dikarenakan cairan tersebut tidak homogen dan yang sering kita temui adalah cairan minyak yang mengambang di atas cairan air dan sering juga disebut oil separator. Alat ini cukup efektif untuk memisahkan minyak dengan air dimana jenis dari oil skimmer ini bermacam – macam. Di banyak industri manufaktur, alat ini digunakan untuk memisahkan kandungan oli yang tercampur dalam cairan pendingin (coolant) baik pada proses heat treatment, cutting, grinding dan milling dimana oli ini biasanya mengalir dari slide, gear dan bagian mesin lain yang membutuhkan pelumasan. Akibat dari kandungan oli yang tercampur dalam coolant menyebabkan coolant tidak berfungsi dengan optimal sehingga perlu dipisahkan oli dari cairan coolant.
Oil Skimmer juga sering digunakan untuk mengangkat tumpahan minyak dilaut akibat kapal tanker yang bocor atau yang lainnya. Di Industri perhotelan atau di restoran biasanya minyak nabati sisa – sisa proses memasak biasanya juga perlu dipisahkan agar tidak menyumbat saluran air atau yang sering dilakukan adalah untuk menurunkan biaya proses treatment (WWT) agar tidak terjadi pencemaran lingkungan. Pemakaian jenis oil skimmer biasanya disesuaikan dengan kebutuhan dan sebagai parameter yang sering dipakai dalam menentukan jenis oil skimmer ada beberapa yaitu jenis minyak yang tercampur dalam air, lokasi kerja dari oil skimmer (in door, out door, statis, atau bergerak seperti dilaut), temperatur cairan, persentase oil terhadap cairan yang dipisahkan, kapasitas dari oil skimmer, fungsi pemisahan apakah untuk mesin dikolam atau dilaut.
Ada beberapa cara kerja dari alat oil skimmer, dengan cara gravitasi, dimana minyak mengapung ke atas oil skimmer dan didorong oleh skimmer ke dalam wadah penyimpanan. Sementara ada juga yang menggunakan belt dan sering dinamakan belt skimmer, dimana bahan material juga ada beberapa yang berbahan dasar plastik dan logam. Namun masih banyak lagi dengan menggunakan metoda lain seperti menggunakan roda, atau memutar drum yang dilapisi zat yang menarik minyak dari air yang terkontaminasi sering disebut drum oil skimmer, menggunakan pompa centrifugal yang mengambang diatas permukaan air, jenis ini dinamakan floating oil skimmer, menggunakan tali atau disebut dengan rope oil skimmer, menggunakan pipa dan sebagainya. Sedangkan untuk didunia industri, pemisahan oli terhadap minyak biasanya disertai dengan material padat sepereti pada proses cutting dan grinding sehingga mulai dikembangkan metode pemisahan dengan menggunakan bucket sehingga minyak dan padatan hasil proses grinding dan cutting bisa dipisahkan sekaligus dari cairan coolant.








BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kasus pencemaran air laut akibat dari pengeboran Indusri minyak ditengah laut, tumpahan minyak, kebocoran kapal tanker dan lain-lain. Sehingga dapat berpengaruh pada beberapa sektor, diantaranya lingkungan pantai dan laut, ekosistem biota pantai dan laut, dan mengganggu aktivitas nelayan sehingga mempengaruhi kesejahteraan mereka. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain dapat mengubah karakteristik populasi spesies dan struktur ekologi komunitas laut, dapat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan serta reproduksi organisme laut, bahkan dapat menimbulkan kematian pada organisme laut. Salah satu upaya untuk mengurangi pencemaran minyak di laut yaitu dengan menggunakan metode Oil Skimmer.

3.2. Saran
Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila tidak di sertai dengan program pengelolaan air yang baik akan mengakibatkan kerusakan ekosistem yang ada dalam hal ini adalah air, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab terjadinya pencemaran air. Oleh karena itu, kita semua perlu menjaga kealamian laut agar tidak tercemar.







DAFTAR PUSTAKA
Fakhrudin, 2004. Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Career Development Network. Jakarta: Faculty or Engineering University of Indonesia.

Farb, Peter, dkk. 1980. Ekologi. Pustaka Life. Jakarta: Tira Jakarta.

Leahy, J.G. and Colwell, R.R. 1990. Microbial Degradation of Hydrocarbons in the Environment. Applied and Environmental Microbiology, 54, 305-315.

Misran, E. 2002. Aplikasi Teknologi Berbasiskan Membran dalam Bidang Bioteknologi Kelautan: Pengendalian Pencemaran. Medan, USU Digital Library: P. 1 – 17.

O’Sullivan A.J. and T.G. Jacques. 2001. Impact reference System – Effects of Oil in the Marine Environment: Impact of Hydrocarbons on Fauna and Flora. Internet Edition. Brussel: European Commission Directorate General Environment Civil Protection and Enviromental Accident, Belgium.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.

Pertamina. 2002. Basic Safety Training, Diklat khusus Dit. PKK Pertamina. Jakarta: Pertamina.

Pramudianto, Bambang. 1999. Prosiding Seminar Sehari Teknologi dan Pengelolaan Kualitas Lingkungan Pesisir dan Laut. Bandung: Jurusan Teknologi Lingkungan ITB.

Siahaan, N.H.T, 1989. Pencemaran Laut dan kerugian yang Ditimbulkan (I), dalam Harian Angkatan Bersenjata. Jakarta: 8 Juni 1989.

Sumadhiharga, K. 1995. Zat-Zat yang Menyebabkan Pencemaran di Laut. Jurnal Pusat Studi Lingkungan Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia: Lingkungan dan Pembangunan. 15(4): 376 – 387.




No comments:

Post a Comment