SEDIMENTOLOGI LAUT
“DAMPAK ABRASI SERTA SOLUSI EFEKTIF UNTUK PENANGGULANGANNYA”
Oleh
Za’im Robithin Az-Zihny
(G1F115212)
PROGRAM
STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Dampak Abrasi
Serta Solusi Penanggulangannya” ini dengan baik.
Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan ucapan
terimakasih kepada dosen pengampu matakuliah yang telah memberikan bimbingan
serta arahan dan terimakasih pula untuk teman-teman sekalian yang telah
terlibat dalam membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan penyusunan karya ilmiah yang akan datang.
Banjarbaru, Januari
2018
Za’im Robithin Az-Zihny
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB
I. PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1.
Latar
Belakang............................................................................ 1
1.2.
Rumusan Masalah........................................................................ 3
1.3.
Tujuan dan Manfaat.................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN.......................................................................... 4
2.1. Penyebab Abrasi............................................................................ 4
2.2. Dampak Abrasi
Terhadap Lingkungan.......................................... 5
2.3. Upaya Mengurangi
Kerusakan yang Ditimbulkan Abrasi............. 7
BAB III. PENUTUP................................................................................... 14
3.1. Kesimpulan.................................................................................... 14
3.2. Saran.............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2007 abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut
dan arus laut yang bersifat merusak yang dipicu oleh terganggunya keseimbangan
alam daerah pantai tersebut. Seorang ahli perubahan iklim dari institut
Teknologi Bandung (ITB) Dr. Armi Susandi (2011) menyatakan bahwa ia meramalkan
pada 2050 nanti 24 persen wilayah Jakarta akan terendam air laut secara
permanen.
Seperti diketahui, Indonesia
sebagai negara kepulauan tentunya tidak lepas dengan garis pantai, Indonesia
sendiri memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Kanada,
Amerika Serikat dan Rusia, garis pantai Indonesia sendiri sepanjang 95.181
kilometer. Namun sebanyak 20 persen dari garis pantai di sepanjang wilayah
Indonesia dilaporkan mengalami kerusakan, tentunya kerusakan ini disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain perubahan lingkungan dan abrasi pantai.
Air
laut tidak pernah diam. Air laut bergelombang di permukaannya, kadang-kadang
besar kadang-kadang kecil, tergantung pada kecepatan angin dan kedalaman dasar
lautnya. Semakin dalam dasar lautnya makin besar gelombangnya. Gelombang
mempunyai kemampuan untuk mengikis pantai. Akibat pengikisan ini banyak pantai
yang menjadi curam dan terjal. Tetapi kerusakan atau kerugian yang diakibatkan
abrasi bisa diperkecil dengan cara tetap menjaga kelestarian hutan mangrove di
sekitar pantai.
Akan
tetapi, kerusakan lingkungan pantai semakin bertambah seiring dengan
berjalannya waktu. Hutan-hutan mangrove yang dulunya menghiasi pesisir pantai,
kini telah dibabat habis oleh manusia karena keserakahannya untuk memperkaya
diri dengan membangun sarana wisata dan rekreasi, seperti hotel dan lainnya. Dari total 9,4 juta hektare tanaman mangrove yang ada
di Indonesia, sesuai dengan data Departemen Kehutanan RI pada 2006, sekitar 70
persennya rusak.
Oleh
karena itu, kasus yang sering kita jumpai belakangan ini adalah masalah abrasi
pantai yang semakin parah akibatnya. Abrasi pantai ini terjadi hampir di
seluruh wilayah di Indonesia. Masalah ini harus segera diatasi karena dapat
mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi makhluk hidup, tidak terkecuali
manusia.
Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi
semakin sempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi lebih
berbahaya. Seperti kita ketahui, negara kita Indonesia sangat terkenal dengan
keindahan pantainya. Setiap tahun banyak wisatawan dari mancanegara berdatangan
ke Indonesia untuk menikmati panorama pantainya yang sangat indah. Apabila
pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang datang
untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi
perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor
pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti
hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan
mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak
sedikit. Demikian juga dengan pemukiman penduduk yang berada di
areal pantai tersebut. Banyak penduduk yang akan kehilangan tempat tinggalnya
akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.
Dari uraian di atas, dapat diketahui
bahwa dampak dari abrasi sangat berbahaya. Untuk itu penulis akan mencoba
menjelaskan lebih lanjut mengenai apa itu abrasi, penyebab abrasi, dan
bagaimana solusi untuk menanggulanginya.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun berdasarkan dari latar
belakang di atas dapat disimpulkan:
1. Apa saja yang menyebabkan terjadinya
abrasi?
2. Apa dampak abrasi terhadap
kehidupan?
3. Bagaimana upaya untuk mengurangi
kerusakan yang ditimbulkan abrasi?
1.3. Tujuan dan Manfaat
Melalui
karya ilmiah ini, diharapkan dapat:
1.
Mengetahui penyebab abrasi.
2. Mengetahui dampak-dampak abrasi
terhadap kehidupan.
3. Mengetahui upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi ataupun menghambat kerusakan yang ditimbulkan
abrasi.
Karya ilmiah ini diharapkan dapat
memberikan manfaat antara lain:
1. Dapat digunakan sebagai bahan
belajar, untuk menambah pengetahuan pribadi.
2. Dapat digunakan sebagai bahan ajar,
untuk mendidik anak bangsa.
3. Masyarakat, untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan dan turut berperan serta untuk
mencegahnya dari kerusakan.
4. Pemerintah, supaya rencana kegiatan
untuk menjaga lingkungan lebih direalisasikan dan lebih peduli lagi terhadap
keadaan wilayah di Indonesia khususnya daerah pesisir.
5. Para pengusaha, memperhatikan
lingkungan di sekitar ketika melakukan penambangan serta tidak membuang limbah
atau sampah ke laut.
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Penyebab Abrasi
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang
laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut
juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh
terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut.
Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun
manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi. Abrasi disebabkan oleh
naiknya permukaan air laut di seluruh dunia karena mencairnya lapisan es di
daerah kutub bumi. Mencairnya lapisan es ini merupakan
dampak dari pemanasan global yang terjadi belakangan ini. Seperti yang kita
ketahui, pemanasan global terjadi karena gas-gas CO2 yang
berasal dari asap pabrik maupun dari gas buangan kendaraan bermotor menghalangi
keluarnya gelombang panas dari matahari yang dipantulkan oleh bumi sehingga
panas tersebut akan tetap terperangkap di dalam atmosfer bumi dan mengakibatkan
suhu di permukaan bumi meningkat. Suhu di kutub juga akan meningkat dan membuat es di kutub
mencair, air lelehan es itu mengakibatkan permukaan air di seluruh dunia akan
mengalami peningkatan dan akan menggerus daerah yang permukaannya rendah. Hal
ini menunjukkan bahwa terjadinya abrasi sangat erat kaitannya dengan pencemaran
lingkungan.
Masih banyak daerah yang mengalami abrasi dengan tingkat
yang tergolong parah. Apabila hal ini tidak ditindak lanjuti secara serius,
maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama beberapa pulau yang
permukaannya rendah akan tenggelam.
Abrasi pantai diakibatkan oleh dua
faktor utama yang disebabkan oleh aktivitas manusia, yaitu:
1.
Peningkatan permukaan air laut yang diakibatkan oleh mencairnya es di daerah
kutub sebagai akibat pemanasan global.
2.
Hilangnya vegetasi mangrove (hutan bakau) di pesisir pantai. Sebagaimana
diketahui, akar-akar mangrove yang ditanam di pinggiran pantai mampu menahan
ombak sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai. Sayangnya, hutan bakau
ini banyak yang telah dirusak oleh manusia melalui proses penebangan. Kerapatan
pohon yang rendah pada pesisir pantai memperbesar peluang terjadinya abrasi.
3.
Penambangan pasir sangat berperan banyak terhadap abrasi pantai, baik di daerah
tempat penambangan pasir maupun di daerah sekitarnya karena terkurasnya pasir
laut akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan dan arah arus laut yang
menghantam pantai.
4.
Perusakan karang pantai juga merupakan salah satu penyebabnya karena penggalian
karang menyebabkan pertambahan kedalaman perairan dangkal yang semula berfungsi
meredam energi gelombang, akibatnya gelombang sampai ke pantai dengan energi
yang cukup besar.
5.
Pendirian bangunan yang melewati garis pantai sehingga pasir atau tanah di
sekitar pantai menjadi tidak kuat.
Selain itu dapat juga diakibatkan oleh faktor alam, seperti:
a.
Angin yang bertiup di atas lautan yang menimbulkan gelombang dan arus laut
sehingga mempunyai kekuatan untuk mengikis daerah pantai. Gelombang yang tiba
di pantai dapat menggetarkan tanah atau batuan yang lama kelamaan akan terlepas
dari daratan.
b.
Selain itu, tsunami juga merupakan salah satu faktor. Rusaknya bibir pantai di
perairan Indonesia akibat abrasi itu tidak terlepas dari geologi, kekuatan
ombak laut serta pusaran angin.
c.
Proses fragmentasi sedimen juga merupakan penyebab abrasi karena butiran pasir
atau sedimen kasar lambat laun akan mengalami proses fragmentasi menjadi
butiran halus yang lebih mudah terbawa oleh arus dan ombak.
Jadi,
berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa abrasi disebabkan oleh 2
faktor utama, yaitu faktor alam dan faktor buatan di mana manusialah yang
paling mempengaruhi terjadinya abrasi ini melalui berbagai aktivitas khususnya
pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan untuk mencari
keuntungan pribadi.
2.2 Dampak Abrasi Terhadap Kehidupan
Menurut
Muhammad Arsyad (2012) menyatakan abrasi tentu sangat berdampak terhadap
kehidupan. Pada umumnya abrasi lebih
banyak memiliki dampak negatif dibandingkan dampak positif. Dampak negatif yang
dihasilkan dari abrasi juga sangat merugikan lingkungan khususnya manusia.
Berikut ini akan dipaparkan bukti-bukti kerugian yang diakibatkan abrasi.
a) Air laut tidak
pernah diam. Air laut bergelombang di permukaannya, kadang-kadang besar
kadang-kadang kecil, tergantung pada kecepatan angin dan kedalaman dasar
lautnya. Semakin dalam dasar lautnya makin besar gelombangnya. Gelombang mempunyai
kemampuan untuk mengikis pantai. Akibat pengikisan ini banyak pantai yang
menjadi curam dan terjal.
b)
Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang tinggal
di pinggir pantai.
c)
Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai karena terpaan ombak yang didorong
angin kencang begitu besar.
d)
Kehilangan tempat berkumpulnya ikan-ikan perairan pantai karena terkikisnya
hutan bakau.
e)
Apabila pantai sudah mengalami abrasi, maka tidak akan ada lagi wisatawan yang
datang untuk mengunjunginya. Hal ini tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi
perekonomian di Indonesia karena secara otomatis devisa negara dari sektor
pariwisata akan mengalami penurunan. Selain itu, sarana pariwisata seperti
hotel, restoran, dan juga kafe-kafe yang terdapat di areal pantai juga akan
mengalami kerusakan yang akan mengakibatkan kerugian material yang tidak
sedikit.
f)
Pemukiman penduduk yang berada di areal pantai akan kehilangan tempat
tinggalnya akibat rumah mereka terkena dampak dari abrasi.
g)
Kemungkinan dalam beberapa
tahun ke depan luas pulau-pulau di Indonesia banyak yang akan berkurang dan banyak pulau yang akan
tenggelam.
h) Dalam beberapa tahun
terakhir garis pantai di beberapa daerah di Indonesia mengalami penyempitan
yang cukup memprihatinkan. Di beberapa daerah abrasi pantai dinilai belum pada
kondisi yang membahayakan keselamatan warga setempat, namun bila hal itu
dibiarkan berlangsung, dikhawatirkan dapat menghambat pengembangan potensi
kelautan di daerah tersebut secara keseluruhan, baik pengembangan hasil
produksi perikanan maupun pemanfaatan sumber daya kelautan lainnya.
i) Pantai
yang indah dan menjadi tujuan wisata menjadi rusak. Pemukiman warga dan tambak
tergerus hingga menjadi laut. Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi
gara-gara abrasi pantai ini.
Jadi berdasarkan uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa abrasi sangat berdampak terhadap kehidupan.
Dibandingkan dengan dampak positif, abrasi lebih banyak dampak negatif yang
mana dampak negatif ini sangat merugikan manusia, lingkungan, dan aktivitas
manusia itu sendiri. Tidak hanya itu, wilayah negara kita, Indonesia juga
semakin menyempit. Ironisnya, semua dampak ini sebagian besar disebabkan oleh
manusia.
2.3 Upaya Mengurangi Kerusakan yang
Ditimbulkan Abrasi
Abrasi tidak
mungkin bisa dicegah karena setiap hari air laut terus bergerak dan angin pun
tak berhenti berhembus. Oleh karena itu, kita sebagai manusia hanya bisa
mengurangi, menghambat, atau memperkecil kerusakan yang diakibatkan oleh
abrasi.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan
untuk mengatasi (paling tidak menghambat) masalah abrasi pantai ini menurut
Islahudin (2012), yaitu:
1. Pemulihan
hutan mangrove di sekitar pantai yang terkena dampak abrasi tersebut. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya rehabilitasi
untuk memperbaiki tanaman mangrove yang rusak tersebut. Pada 2004 dan 2005 pemerintah mampu menghijaukan 34.601 hektar
hutan mangrove (bakau), sedangkan pada tahun 2006 sekitar 2.790 hektar.
2.
Pelestarian terumbu karang, yaitu melalui rehabilitasi lingkungan pesisir yang
hutan bakaunya sudah punah, baik akibat dari abrasi itu sendiri maupun dari
pembukaan lahan tambak. Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan
gelombang yang sampai ke pantai. Oleh karena itu, perlu pelestarian terumbu
karang dengan membuat peraturan untuk melindungi habitatnya.
3.
Pelarangan penggalian pasir pantai. Perlu peraturan baik di tingkat pemerintah
daerah maupun pusat yang mengatur pelarangan penggalian pasir pantai secara
besar-besaran yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan.
4. Usaha
membangun pengaman pantai. Pengaman pantai bertujuan untuk mencegah erosi
pantai dan penggenangan daerah pantai akibat hempasan gelombang (overtopping). Berdasarkan strukturnya
pengaman pantai dibedakan menjadi dua, yaitu pengamanan lunak (soft protection)
dan pengamanan keras (hard protection).
·
Pengamanan lunak dilakukan dengan tiga cara yaitu:
I.
Pengisian pasir, pengisian pasir bertujuan untuk mengganti pasir yang hilang
akibat erosi dan memberikan perlindungan pantai terhadap erosi dalam bentuk
sistem tanggul pasir. Hal yang harus diperhatikan adalah lokasi pasir harus
memiliki kedalaman yang cukup sehingga pertambahan kedalaman akibat penggalian
pasir tidak mempengaruhi pola gelombang dan arus yang pada gilirannya akan
mengakibatkan erosi ke pantai-pantai sekitarnya.
II. Terumbu
karang, merupakan bentukan yang terdiri dari tumpukan zat kapur. Bentukan
terumbu karang dibangun oleh hewan karang dan hewan-hewan serta tumbuhan lainnya
yang mengandung zat kapur melalui proses biologis dan geologis dalam kurun
waktu yang relatif lama. Fungsi terumbu karang selain sebagai bagian ekologis
dari ekosistem pantai yang sangat kaya dengan produksi perikanan juga
melindungi pantai dan ekosistem perairan dangkal lain dari hempasan ombak dan
arus yang mengancam terjadinya erosi.
III. Hutan
bakau (mangrove forest), merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur. Fungsi dari hutan bakau selain sebagai
tempat wisata dan penghasil kayu adalah sebagai peredam gelombang dan angin
badai, pelindung erosi, penahan lumpur dan penangkap sedimen. Sebenarnya telah
banyak orang yang mengetahui fungsi dan kegunaan hutan bakau bagi lingkungan.
Namun, dalam prakteknya di lapangan masih banyak pula yang belum memanfaatkan
hutan bakau sebagai sarana untuk mencegah atau mengatasi abrasi. Padahal,
mangrove yang ditanam di pinggiran pantai, akar-akarnya mampu menahan ombak
sehingga menghambat terjadinya pengikisan pantai.
Selain mencegah atau mengatasi
abrasi, hutan bakau dapat membawa keuntungan-keuntungan lebih daripada hanya
sekedar membangun pemecah gelombang buatan. Keuntungan-keuntungan tersebut
antara lain:
1.
Menjaga kestabilan garis pantai.
2. Menahan atau menyerap tiupan
angin laut yang kencang.
3.
Dapat mengurangi resiko dampak dari tsunami.
4. Membantu proses pengendapan lumpur
sehingga kualitas air laut lebih terjaga dari endapan lumpur erosi.
5. Menghasilkan oksigen yang
bermanfaat bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.
6. Mengurangi polusi, baik udara
maupun air.
7. Sumber plasma nutfah.
8. Menjaga keseimbangan alam.
9. Sebagai habitat alami makhluk hidup
seperti burung, kepiting, dan lain sebagainya.
Beberapa hal di atas merupakan
sebagian dari berbagai keuntungan yang dapat diperoleh dari penanaman hutan
bakau dalam usaha mencegah atau mengatasi abrasi. Selain itu pemerintah tidak
perlu lagi berulang kali membangun pemecah gelombang sehingga dapat menghemat
pengeluaran dan dapat mengalokasikan dana untuk keperluan-keperluan lain
(tentunya yang berguna untuk masyarakat).
·
Pengamanan keras dilakukan dengan 5 cara, yaitu:
I.
Revetment (pelindung tebing pantai),
stuktur pelindung pantai yang dibuat sejajar pantai dan biasanya memiliki
permukaan miring. Strukturnya biasa terdiri dari beton, timbunan batu, karung
pasir, dan beronjong (gabion). Karena permukaannya terdiri dari timbunan batu
atau blok beton dengan rongga-rongga diantaranya, maka revetment lebih efektif
untuk meredam energi gelombang. Bangunannya dibuat untuk menjaga stabilitas
tebing atau lereng yang disebabkan oleh arus atau gelombang. Ada beberapa tipe
dari revetment, seperti: Rip-rap (batuan yang dicetak dan berbentuk seragam),
Unit armour (beton), dan batu alam (blok beton).
II. Seawall (dinding), hampir serupa dengan revetment, yaitu dibuat sejajar pantai
tapi seawall memiliki dinding relatif
tegak atau lengkung. Seawall pada
umumnya dibuat dari konstruksi padat seperti beton, turap baja atau kayu,
pasangan batu atau pipa beton sehingga seawall
tidak meredam energi gelombang, tetapi gelombang yang memukul permukaan
seawall akan dipantulkan kembali dan menyebabkan gerusan pada bagian tumitnya.
III. Groin (groyne), struktur pengaman pantai yang
dibangun menjorok relatif tegak lurus terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya
umumnya kayu, baja, beton (pipa beton), dan batu.
IV. Pemecah Gelombang
Sejajar Pantai, dibuat terpisah ke arah lepas pantai, tetapi masih di dalam
zona gelombang pecah (breaking zone).
Bagian sisi luar pemecah gelombang memberikan perlindungan dengan meredam
energi gelombang sehingga gelombang dan arus di belakangnya dapat dikurangi.
Pantai di belakang struktur akan stabil dengan terbentuknya endapan sedimen.
Pencegahan abrasi dengan membangun pemecah gelombang buatan di sekitar pantai
dengan maksud untuk mengurangi abrasi yang terjadi tanpa dibarengi dengan usaha
konservasi ekosistem pantai (seperti penanaman bakau dan/atau konservasi terumbu
karang).
Akibatnya, dalam beberapa tahun
kemudian abrasi kembali terjadi karena pemecah gelombang buatan tersebut tidak
mampu terus-menerus menahan terjangan gelombang laut. Namun, sering kali
pengalaman tersebut tidak dijadikan pelajaran dalam menetapkan kebijakan
selanjutnya dalam upaya mencegah ataupun mengatasi abrasi. Yang sering terjadi
di lapangan ketika pemecah gelombang telah rusak adalah pemerintah setempat
membangun pemecah geombang buatan lagi dan tanpa dibarengi dengan penanaman bakau
atau konservasi terumbu karang yang rusak. Hal tersebut seakan-akan menjadi
suatu rutinitas yang bila dipikir lebih jauh, tentunya hal tersebut akan
berimbas terhadap dana yang harus dikeluarkan daerah setempat.
Seandainya, dalam mengatasi abrasi
tersebut kebijakan yang diambil pemerintah yaitu dengan membangun pemecah
gelombang buatan (pada awal usaha mengatasi abrasi atau jika kondisi abrasi
benar-benar parah dan diperlukan tindakan super cepat) dengan dibarengi
penanaman bakau di sekitar daerah yang terkena abrasi atau bahkan bila
memungkinkan dibarengi pula dengan konservasi terumbu karang, tentunya
pemerintah setempat tidak perlu secara berkala terus menerus membangun pemecah
gelombang yang menghabiskan dana yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan dalam
beberapa tahun sejak penanaman, tanaman-tanaman bakau tersebut sudah cukup
untuk mengatasi atau mengurangi abrasi yang terjadi.
V.
Stabilisasi Pantai, dilakukan dengan membuat bangunan pengarah sedimen seperti
tanjung buatan, pemecah gelombang sejajar pantai, dan karang buatan yang
dikombinasikan dengan pengisian pasir. Metode ini dilakukan apabila suatu
kawasan pantai terdapat defisit sedimen yang sangat besar sehingga dipandang
perlu untuk mengembalikan kawasan pantai yang hilang akibat erosi.
Pada saat ini, konsep pengamanan di
atas akan dan sedang diterapkan, misalnya untuk Pantai Sanur, Nusa Dua, dan
Kuta. Sedangkan untuk Pura Tanah Lot diamankan dengan pemecah gelombang
terendam. Dalam hal ini kita sebagai warga negara yang baik hendaknya ikut beperan
dalam proses pengamanan pantai tersebut, yaitu dengan ikut melestarikan
ekosistem laut beserta isinya, melakukan pembangunan sesuai peraturan yang
berlaku agar tidak melewati garis pantai, serta tidak melakukan penambangan
pasir atau perusakan karang. Mereklamasi bekas lubang tambang pasir atau barang
tambang di daerah pesisir pantai. Serta penyediaan bibit penghijauan hutan
mangrove di sekitar pantai.
Departemen
Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jendral Sumber Daya Air
juga melaksanakan pembuatan bangunan pantai yang terutama di tunjukan untuk
pengamanan atau perlindungan garis pantai dari kerusakan yang disebabkan oleh
gelombang dan arus laut. Bangunan-bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
- Krib, adalah bangunan pengaman
pantai yang mempunyai fungsi untuk mengendalikan pergerakan material-material
seperti pasir pantai yang bergerak secara alami yang disebabkan oleh arus yang
sejajar pantai (Litoral Drift). Bentuk krib biasanya dibangun
lurus, namun ada pula yang berbentuk zig-zag atau berbentuk Y, T, atau L.
- Tembok pantai atau tanggul pantai,
dibangun untuk melindungi daratan terhadap erosi, gelombang laut, dan bahaya
banjir yang disebabkan oleh hempasan gelombang. Tembok pantai ada yang bersifat
meredam energi gelombang dan ada yang tidak. Adapun bahan yang digunakan ada
yang dari beton atau pasangan batu kosong (rublemounts).
- Pemecah gelombang yang
putus-putus (Detached Break
Water), dibuat sejajar pantai dengan jarak tertentu dari pantai.
Bangunan ini berfungsi untuk mengubah kapasitas transport sedimen yang sejajar
ataupun tegak lurus dengan pantai dan akan mengakibatkan terjadinya endapan
(akresi) di belakang bangunan yang biasa disebut dengan tombolo.
- Konservasi pantai, kegiatan yang
tidak hanya sekedar pengaman tepi pantai dari ancaman arus atau gelombang laut
namun, memiliki kepentingan yang lebih jauh misalnya untuk rekreasi, tempat
berlabuh kapal-kapal pesiar dan sebagainya. Salah satu yang dikerjakan ialah
dengan membuat tanjung-tanjung buatan (artificial headland), di mana di
antara tanjung-tanjung buatan tersebut dapat digunakan kapal pesiar untuk
berenang, tempat tersebut diisi dengan pasir yang berkualitas baik yang
biasanya diambil dari laut agar tidak merusak lingkungan. Di Indonesia konversi
pantai baru dikerjakan di Pantai Kuta dan Sanur di Pulau Bali.
Dapat
disimpulkan bahwa ada banyak sekali cara yang dapat digunakan atau terapkan
untuk melestarikan daerah pantai khusunya pesisir yang sangat rentan tergerus
abrasi. Akan tetapi, hasil yang kita lakukan akan jauh lebih baik apabila
pemerintah turut berperan agar tindakan yang kita lakukan tidak sia-sia.
Penanganan abrasi pantai memang
sulit. Solusi di atas memiliki resiko dan kekurangan masing-masing. Pemasangan
alat pemecah ombak tentunya memerlukan biaya yang sangat besar, waktu yang
lama, dan wilayah yang luas sedangkan penanaman vegetasi mangrove pun tidak
dapat dilakukan di semua jenis pantai karena mangrove hanya tumbuh di daerah
yang berlumpur. Hal ini akan menjadi sangat sulit karena sebagian besar pantai
di Indonesia merupakan perairan yang dasarnya tertutupi oleh pasir. Seperti
kita ketahui bahwa tanaman bakau tidak dapat tumbuh pada daerah berpasir.
Tetapi meskipun sangat sulit, usaha
untuk mengatasi abrasi ini harus terus dilakukan. Jika masalah abrasi ini tidak
segera ditanggulangi, maka bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan
luas daratan di Indonesia banyak yang akan berkurang. Bahkan beberapa pulau
terancam hilang.
Agar upaya ini
dapat berjalan dengan lebih baik, maka peranan dari semua elemen masyarakat
sangat diperlukan. Pemerintah tidak akan dapat mengatasinya tanpa partisipasi
dari masyarakat. Apabila alat pemecah ombak berhasil dibangun dan hutan bakau
atau hutan mangrove berhasil ditanam, maka dampak abrasi tentu akan dapat
dikurangi meskipun tidak sampai 100%.
Masalah pencemaran pantai juga harus
diatasi dengan sangat serius karena dapat merusak keindahan dan keasrian
pantai. Untuk mengatasi permasalahan ini kesadaran masyarakat akan pentingnya
lingkungan harus ditingkatkan. Selain itu peraturan untuk tidak merusak
lingkungan harus dibuat dan menindak dengan tegas bagi siapa pun yang
melanggarnya.
Sekarang ini di beberapa pantai
masih banyak ditemui sampah-sampah yang berserakan. Selain itu, limbah pabrik
yang beracun banyak yang dialirkan ke sungai yang kemudian mengalir ke laut.
Hal ini dapat merusak ekosistem laut dan juga dapat membunuh beberapa biota
laut. Pemerintah seharusnya menghimbau agar seluruh pabrik-pabrik tersebut
membuang limbahnya setelah dinetralisasi terlebih dahulu.
Oleh karena itu, tanpa kesadaran
dari diri kita sendiri untuk merawat dan menjaga lingkungan, niscaya abrasi
akan tetap terus terjadi dan semakin memburuk. Bahkan, bukan tidak mungkin
pulau-pulau besar juga mungkin akan tenggelam.
BAB III. PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Adapun berdasarkan pembahasan
sebelumnya dapat disimpulkan:
1. Abrasi dan pencemaran pantai
merupakan masalah pelik yang dihadapi oleh masyarakat. Abrasi
diakibatkan oleh 2
faktor, baik faktor alam (angin selalu berhembus menyebabkan air laut terus
bergerak sehingga perlahan-lahan mengikis daratan atupun oleh bencana alam)
maupun manusia (pembabatan hutan bakau, perusakan terumbu karang, penggalian
pasir).
2. Dampak yang
diakibatkan oleh abrasi ini sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit
dan apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang permukaannya rendah
akan tenggelam.
Ada banyak sekali pulau-pulau kecil di Indonesia yang tenggelam dan menghilang
dikarenakan abrasi. Bahkan, diprediksikan beberapa tahun mendatang Indonesia
akan kehilangan ribuan pulau karena abrasi.
3. Kita dapat mengurangi atau
memperkecil dampak negatif dari abrasi dengan melakukan beberapa cara, seperti membangun alat
pemecah ombak dan menanam pohon bakau di pinggir pantai. Alat pemecah ombak
dapat menahan laju ombak dan memecahkan gelombang air sehingga kekuatan ombak
saat mencapai bibir pantai akan berkurang. Demikian juga dengan pohon bakau
yang ditanam di pinggiran pantai. Akar-akarnya yang kokoh dapat menahan
kekuatan ombak agar tidak mengikis pantai.
4. Masalah abrasi
maupun pencemaran lingkungan ini sangat sulit untuk diatasi karena kurangnya
kesadaran masyarakat akan lingkungannya. Masih banyak orang yang membuang
sampah pada sembarang tempat yang nantinya dapat mencemari lingkungan. Masih banyak pula pihak-pihak
tertentu yang melakukan pembangunan suatu daerah tanpa memperhatikan
kelestarian lingkungan, termasuk daerah pesisir.
5. Permasalahan ini
harus diselesaikan bukan hanya oleh pemerintah, tapi juga memerlukan partisipasi
dari masyarakat.
Niscaya, tanpa adanya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan
lingkungan, baik darat maupun laut, Indonesia akan kehilangan lebih banyak
pulau dan bukan tidak mungkin pulau-pulau besar pun akan turut tenggelam.
3.2 Saran
Setelah penulis mengulas permasalahan di atas, penulis ingin
menyarankan kepada pembaca khususnya masyarakat pada umumnya untuk mengambil peran
dalam mengatasi masalah abrasi dan pencemaran pantai karena usaha dari
pemerintah saja tidak cukup berarti tanpa bantuan dari masyarakat. Disarankan juga agar pemerintah lebih menindak tegas oknum-oknum
yang terlibat dalam kegiatan yang tidak memperhatikan lingkungan.
Pembangunan alat pemecah ombak dan
penanaman pohon bakau harus segera dilakukan agar abrasi yang terjadi di
beberapa daerah tidak bertambah parah. Bagi para pemilik pabrik maupun usaha
apapun yang ada di sekitar pantai agar tidak membuang limbah atau sampah ke
laut. Mereka harus menyediakan sarana kebersihan agar limbah atau sampah yang mereka
hasilkan tidak mencemari pantai. Karena pantai yang tercemar akan sulit dipulihkan lagi
(sulit ditumbuhi tumbuhan).
Semua orang harus ikut berperan serta
dalam menanggulangi masalah abrasi ini agar tidak ada lagi pulau-pulau yang dikabarkan
telah menghilang (tenggelam).
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad,
Muhammad. 2012. Kerusakan Lingkungan
Pesisir Pantai, arsyadmoon1.blogspot.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.
Fajar.
2011. Mencegah dan Mengatasi Abrasi di
Indonesia, pedemunegeri.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.
Lee,
Eddy S. 2013. Jika Tidak Dikendalikan
Abrasi Pantai Mengancam, archipeddy.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.
Ratih,
Camay. 2012. Penyebab Abrasi Pantai
Beserta Solusinya, camayratih.blogspot.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.
Sofiana,
Lilis. 2009. Pengaruh Kegiatan Manusia Terhadap Keseimbangan Ekosistem, lilis-sofiana.blogspot.com. Diunduh pada 23 Januari 2018.
No comments:
Post a Comment